Halaman

Minggu, 10 Desember 2017

BFF - Does It Exist? (Bab IX: Kumpulan Hati Tersakiti)

Six Girls
Dari seluruh kelompok heboh dengan seleksi alam kemudian semakin berkurang anggotanya. Kebanyakan dari kami lulus kuliah dan kembali ke kampung halaman, beberapa dari kami yang masih di sini bekerja dan menjadi semakin sulit berjumpa, beberapa dari kami masih terlibat konflik yang meskipun konflik itu seolah hilang dengan sendirinya tapi tetap saja hubungan tak lagi sama.
Sampailah pada masih terus terjalinnya komunikasi dan silaturahmi antara kami ber-enam. Aku, Uli, Yuli, Ria, Ana, dan Ifa. Iya, cewek-cewek, awalnya kami berenam dan empat perempuan yang lain masih tergabung dalam satu group WA. Setidaknya walaupun mereka sudah berada di tempat jauh namun ingin rasanya tetap berkomunikasi, bertukar kabar, layaknya kawan. Namun setelah konflik dengan Alda dan sikap anehnya dengan Sahrul suaminya, dia keluar dari group, dan rasanya semakin lama semakin berbeda.
Kemudian, Aya, anggota lain yang juga sudah pulang ke rumahnya, sikapnya mendadak menjadi aneh. Semua diawali dari Aya yang tiba-tiba memberi kabar mencengangkan.
“Temen-temen, do’ain ya, BESOK PAGI jam 07.00 aku menikah.”
Respon kami? Semua kaget dengan kabar dari Aya. Setelah dia wisuda dia langsung pulang ke kampong halamannya, dan beberapa waktu kemudian dia memberi kabar ini. Kami kaget, karena begitu mendadak, dan kagetnya lagi ia menikah secara diam-diam, sangat rahasia sepertinya. Dengan siapa? Bukan yang selama ini dia kenalkan pada kami.
“Aku dijodohin, ini pilihan Papaku. Awalnya aku gak mau, tapi yam au gimana lagi.”
Semakin heran, tapi kami berusaha begitu positif dengan berita ini. Respon kami hanya berisi ucapan selamat, do’a, dan turut berbahagia, semoga ini memang yang terbaik untuknya. Di hari H, via group, kami hanya rebut ikut merasa deg-deg an, kami meminta live report atau setidaknya video dan foto saat pernikahan berlangsung.
“Maaf ya temen-temen, tadi gak bawa HP, gak ada acara besar juga, cuma syukuran, jadi gak ada dokumentasi. Tapi lancar kok, makasih ya do’anya.”
Lagi, kami heran. Kami rasa, sesederhana apapun pernikahan, bukankah ini sebuah moment bahagia?

Selasa, 05 Desember 2017

BFF - Does It Exist? (Bab VIII - Siapa dan Apa)

?

Pagi ini aku mengikuti kuliah dengan mata kuliah filsafat. Aku tak begitu suka dan tak begitu paham bagaimana jalan pikiran para filsuf itu, mengapa mereka memperdebatkan apa yang disebut “Ada” dan tentang konsep “Kebenaran”? Namun pagi ini tiba-tiba mengingatkanku atas apa yang aku alami selama ini.
Dalam aliran filsafat Pragmatisme bahwa “Sesuatu dianggap benar apabila bermanfaat” maka aku rasa manusia jaman sekarang lebih cenderung mengikuti aliran ini, termasuk dalam hubungannya dengan kehidupan sosial. Sontak sesuatu langsung terbesit dalam pikiranku. Dari beberapa cerita di atas, semua seolah mendukung aliran ini.

Jumat, 01 Desember 2017

BFF - Does It Exist? (Bab VII - Broken Duet)

lol

“Kamu nungguin siapa sih? Dari tadi lingak linguk gak jelas.”
“Sahrul Mi.”
“Sahrul sapa lagi? Hmmmm”
“Anu, panjang ceritanya. Besok-besok aja aku ceritain. Itu anaknya udah dateng, duluan ya Mi.”
“Iya wes, hati-hati.”
Hari itu hari pertama masuk kuliah setelah satu setengah bulan KKN dan satu setengah bulan berikutnya PPL. Akhirnya bisa merasakan kampus lagi dan mereka-mereka lagi. Ya, meski aku belum menemukan sosok sahabat dari mereka, setidaknya aku bisa mereka buat tertawa setiap harinya.
Sejauh ini, entah sudah berapa kali kami bongkar pasang anggota sampai akhirnya di semester-semester akhir ini kami lebih banyak menghabiskan waktu bersama-sama, seluruh anggota kelompok heboh, termasuk Risma.
Masih ingat Risma kan? Iya, gadis yang saat awal OSPEK tidak begitu aku suka, dan akhirnya justru dekat denganku, sangat dekat. Dan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang sangat dekat justru berakhir sangat jauh. Saat itu aku berpikir, bisa jadi hal yang sama terulang lagi, aku tidak mau menganggapnya terlalu dekat, hanya saja jika memang dia membutuhkanku aku akan berusaha selalu ada. Yak, aku seperti biasa.
Jika mengingat tentang perjalananku dengan Risma, sangat panjang. Hampir setiap hari aku bersamanya. Dari duduk selalu bersebeahan di bangku paling depan saat kuliah, makan siang bersama, nongkrong bersama, jalan-jalan bersama, dan bahkan dia menginap di tempatku. Cerita-cerita drama kehidupannya selama bersamaku aku tahu. Saat dia butuh aku usahakan selalu membantu. Kembali saat kami masih sangat dekat dulu.
*Tok … Tok… Tok…*
“Mii…..”
“Yaaa bentaaar.”
“Mii….”
“Rismaaa.?! Kamu ngapain malem-malem ke sini? Kamu ngapain bawa-bawa koper segala?! Kamu nangis?! Masuk dulu.”

Minggu, 26 November 2017

BFF - Does It Exist? (Bab VI - Sahabat Jadi Cinta)

Strangers

Sebelumnya aku pernah berkata tentang persahabatan lelaki dan perempuan tidak selalu ada rasa yang terlibat. Iya, itu antara aku dan Dedi, tapi tidak antara aku dan Iwan. Iwan, sangat dekat dengan Dedi, dan aku sangat dekat dengan Dedi juga, mau tidak mau kami sering bersama. Sebenarnya aku tidak secara langsung dekat dengan Iwan, aku hanya pergi ke mana Dedi pergi, sayangnya Dedi selalu pergi dengan Iwan, jadilah kami bertiga sering bersama.
Seperti yang aku katakan, aku dan Iwan tak pernah benar-benar dekat sebagai teman dekat. Bahkan aku sempat tak suka dengannya saat pertama bertemu di OSPEK. Iwan, pria berkulit sawo sangat matang (Hahaaa), cukup tinggi, dan kurus. Sebagai sesama mahasiswa baru kami tak saling mengenal, aku tak berusaha mengenalnya, begitu pula dia.
“Heh, titip salam buat temenmu.”
“Ha? Siapa?”
“Cici, itu yang cantik, putih. Yang giginya gingsul.”
“Oh, iya.”
Itulah percakapan pertama kami saat OSPEK sesi Fakultas. Aku pikir, ini anak pasti playboy, sukanya sama cewek-cewek cantik, putih, gigi gingsul, rambut lurus teruari, badan langsing, agak pendek, imut-imut, ya cewek masa kini lah. Euwh, cowok alay, gondes, yang dicari dari perempuan adalah fisiknya. Berasa ingin muntah aku mengingatnya.

Rabu, 22 November 2017

BFF - Does It Exist? (Bab V: Trio Idiot)

Three

 “Mamii, ayo nonton, The Avangers udah keluar nih yang terbaru.”
“Aku ngikut kalian aja.”
“Siippppp…”
Mami, iya, beberapa teman kuliah memanggilku dengan sebutan Mami. Panjang asal-usulnya, yang jelas, aku juga dianggap yang paling kalem dan keibuan. Memang aku lebih suka memperlakukan orang lain seperti aku diperlakukan oleh ibuku. Aku termasuk anak manja, aku selalu diladeni jika butuh apapun, aku tak pernah dimarahi sekalipun aku berbuat salah, ibu hanya akan menasihati dengan lembut menurutku, dan aku suka diperlakukan seperti itu. Dan tanpa dirasa ternyata perilaku ibu juga merasuk ke perilakuku.
Sebelumnya aku sudah sempat menyinggung bahwa dalam satu kelas kami seolah membentu kelompok-kelompok, dan aku masuk ke dalam kelompok anak-anak heboh. Di dalamnya ada Dedi, beberapa anak laki-laki, dan beberapa anak perempuan. Dari seluruh anak dalam kelompok ini pun masih terpecah lagi menjadi beberapa grup, Tri Idiot dulu kami bilang. Dedi, Miftah, dan Iwan selalu bersama, sedangkan aku selalu bersama dengan Risma dan Nana.
Risma, iya Risma, gadis super heboh yang sempat aku singgung sebelumnya. Dia yang dalam hatiku aku berkata bahwa aku tak menyukainya, sekarang justru kami begitu dekat. Lagi-lagi kasusnya begitu, aku rasa lain waktu aku harus berhati-hati jika berkata-kata dalam hati. Setelah Pita, sekarang Risma, Hahaaa. Hidup memang tak pernah bisa ditebak. Mungkin Tuhan tak suka aku menanam benih-benih kebencian pada orang lain, jadi Tuhan membuat scenario agar aku jadi dekat dengan mereka.

Minggu, 19 November 2017

BFF - Does It Exist? (Bab IV: Selalu Ingat)

Guy Best Friend
Kuliah. Merantau ke kota orang, meski jarak rumah dan kotaku hanya empat jam, tapi tetap saja kan namanya merantau. Kota baru, kampus baru, lingkungan baru, teman baru, dan aku harus beradaptasi dengan segala kebaruan ini. Beruntung sebelum aku masuk kuliah terlebih dahulu aku menjalani les di salah satu lembaga bimbel yang terletak sekitar dua jam dari rumah, otomatis aku sudah terlebih dulu merasakan jauh dari rumah, jadi aku tidak terlalu sulit beradaptasi kali ini.
Hidup di tempat baru, bagiku yang penting aku tahu jalan ke kampus dan tempat-tempat makan sekitar kost, selebihnya bisa kucari nanti. Dan satu yang penting, aku rasa aku butuh teman. Tapi bagaimana aku bisa mendapatkan teman jika kepribadianku adalah aku tak begitu suka bergaul. So, let’s see who’s gonna be my next friend.
Sebagai mahasiswa baru tentu aku harus menjalani OSPEK. Hari itu kami melaksanakan persiapan OSPEK, seluruh mahasiswa telah dibagi menjadi beberapa kelompok. Karena OSPEK terdiri dari sesi Fakultas dan sesi Jurusan, maka setiap mahasiswa akan memiliki dua kelompok.
Aku masuk ke dalam kelompok Perubahan untuk sesi Fakultas. Dalam satu kelompok terdiri dari sangat banyak mahasiswa baru, kurang lebih sekitar lima puluh orang. Tentu saja aku tak bisa kenal baik dengan semua, hanya beberapa saja yang ku kenal, tapi tidak dekat, aku tak akan semudah itu dekat dengan teman baru.
Sebagai tipe maba yang tidak heboh dan terkesan invisible, aku tentu tidak terkenal. Saat pemilihan ketua kelompok, ada beberapa maba heboh yang terlihat, salah satunya Risma, dia sangat heboh, terlalu heboh menurutku. Sekali lagi, untuk kesan pertama pada seseorang, aku tidak suka dengan anak itu.
Tidak ada yang istimewa di sesi Fakultas, sesi Jurusan lebih mengena menurutku. Dalam sesi Jurusan aku masuk ke dalam kelompok Bintang, ada sekitar sepuluh orang maba. Seperti biasa, aku tidak terlalu kenal dekat dengan mereka semua. Namun saat sedang duduk mendengarkan arahan kakak tingkat, ada yang berbisik padaku.
“Hei.”
“Aku?”
“Iya, aku Ramon, kamu?”
“Davina.”

Jumat, 17 November 2017

BFF - Does It Exist? (Bab III - Sahabat Hati)

Boyfriend + BFF
Ketidakpercayaanku pada adanya seorang teman begitu fluktuatif. Bersamaan dengan pertemananku dan Pita, aku pun mendapat seorang teman yang lain. Tidak bersamaan sebenarnya, tapi di saat aku dan Pita mulai tak lagi sedekat biasanya, saat itu aku mulai dekat dengan yang lain. Tapi kali ini, bukan sekedar teman, tapi lebih dari teman.
Sore itu sepulang sekolah ada pesan singkat yang masuk. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Sebagai seorang gadis lugu saat itu, aku membalas ala kadarnya.
“Hei, tadi mampir ke mana dulu? Kok gak langsung masuk ke gang rumahmu?”
“He? Maap ini siapa ya?”
“Anton. Aku dapet nomormu dari Doni.”
“Anton? Anton yang mana ya?”
Keesokan harinya aku mencari yang mengaku bernama Anton di kelas Doni, kelas sebelah. Doni adalah salah satu teman SD ku yang bersekolah di SMP yang sama denganku. Saat Doni tahu aku berada di depan kelasnya, dia langsung berjalan menemuiku.
“Nyari siapa?”
“Anton. Anton temenmu?”
“Dia anak VII B. Dicari di sini gak bakal ketemu.”
“Ooh.”
“Kenapa?”

Kamis, 16 November 2017

BFF - Does It Exist? (Bab II: Hanya Bertemu)

BFF?

“Kalau kasih pengumuman di depan kelas aja, jangan di belakang, biar semua bisa  denger.” Usulku.
“Halah, udah di sini aja.! Kalau mau tahu ya sini.!”
Dengan kesal aku berkata dalam hati, aku benci anak itu, aku tidak suka perangainya. Namanya Pita, iya, meski namanya cantik dan sangat feminim, tapi perilakunya 180° berbeda. Gadis tomboy berambut pendek itu berparas cantik memang, tapi dia kasar, bahkan dia melebihi para pria.
Kami duduk di kelas yang sama saat kelas VII, yaitu VII E. Sebagai siswa baru kami satu kelas beum begitu mengenal satu sama lain. Aku tidak tahu betul bagaimana kepribadiannya, yang jelas, sejak saat itu aku tahu aku tidak menyukainya, tidak akan pernah menyukainya.
Selama satu tahun berada di kelas yang sama aku tidak pernah berusaha dekat dengannya. Kadang memang kami harus satu kelompok, kadang kami sering berjalan bersama saat pulang sekolah karena rumah kami searah, kadang pula aku memaksa diriku untuk ikut bergaul dengan yang lain di mana ada dia, ya, dia popular. Jadi, mau tidak mau kami berinteraksi, tapi aku tak pernah dekat dengannya.
Singkat cerita, setelah kenaikan kelas, seluruh kelas diacak sehingga aku tak tahu aku satu kelas dengan siapa. Hari pertama masuk kelas VIII G aku duduk di bangku tengah-tengah kelas, sendirian. Aku melihat beberapa anak dari kelas lamaku, aku tahu sebagian besar yang lain tapi aku belum mengenal mereka.
Aku tak pernah berusaha mengenal siapapun, aku hanya duduk sampai seseorang yang tak asing memasuki kelasku. Pita, dia masuk ke kelas dengan senyum lebar dan melihat seluruh kelas. Matanya memandang dari kanan ke kiri, seolah mencari sesuatu. Dan akhirnya pandangan matanya jatuh kepadaku. Tidak, jangan-jangan dia mau duduk denganku, kursi sebelahku kosong, duh.
“Davinaaaaa, ya ampun, kita sekelas lagi. Aku duduk di sini ya..”
Belum sampai aku menjawab iya, dia langsung menarik kursi dan duduk di sebelahku. Aku hanya bisa tersenyum, mencoba menjadi seseorang yang baik. Aku tak tahu bagaimana hari-hariku setahun ke depan jika aku harus duduk dengannya.

Selasa, 07 November 2017

Hatifah Putri - Cara Menghilangkan Noda Aspal di Kulit dan Motor (AMPUH ANGET)

Hollaa. Jadi ceritanya abis kena sial, nginjak aspal basah dan alhasil ngecap deh di kaki, motor, lantai. Tapi alhamdulillah bisa diatasi. Tips buat temen-temen buat ngilangin aspal, bisa di kulit, body motor atau mobil, dan lantai. Langsung cuss tonton video ini.


Minggu, 05 November 2017

BFF - Does It Exist? (Bab I: Aliran Kesendirianku)

Bullied
Masa kecil anak yang lahir di tahun 90’an masih erat dengan lapangan, kebun, sungai, sawah, dan tentunya matahari. Begitu menyenangkan jika mengingat bagaimana setiap siang aku, sepupu, dan teman sebayaku selalu mempersiapkan tas yang berbentuk koper masa itu, dan mengisinya dengan berbagai perlengkapan. Kami selalu membawa boneka favorit masing-masing, aku, membawa sebuah boneka Hello Kitty putih dengan baju berwarna merah-hijau. Kusiapkan pula kotak bekal makan dan kuisi dengan biskuit atau snack yang ada di rumah dan sebotol air putih. Tak lupa kain yang kami pakai sebagai alas duduk. Dan salah satu benda yang wajib kubawa adalah selendang tipis milik nenek.
Setiap siang kami selalu sudah mempersiapkan jadwal, mau ke mana kita hari itu. Salah satu destinasi favorit kami adalah sawah di desa kami. Rumah kami berada di sebuah desa di salah satu Kabupaten di Jawa Timur, sudah bukan lagi desa yang suasananya seperti desa, sudah sedikit modern tapi masih menjunjung nilai-nilai kedesaan. Hahaa
Untuk menuju ke sawah, kami menggeledek tas koper kecil kami dari rumah dengan berjalan kaki. Berjalan panas-panasan sekitar lima belas menit sambil bercerita-cerita dan menyanyi-nyanyi di jalan. Sesampainya di sawah, kami akan mencari bagian lahan yang kering dan tidak ditanami, atau kadang kami singgal di lapangan samping sawah itu.
Sesampainya di sana kami buka tas masing-masing, aku menggelar kain alas, mengeluarkan makanan, dan tidak lupa boneka. Lalu kami akan tidur-tiduran sambil menghabiskan biskuit yang kami bawa dan bercerita, atau jika ada warga sekitar yang bermain layangan maka kami akan menikmati layang-layang itu dan kadang mencoba menerbangkan layangan meski hasilnya tak bisa terbang tinggi.
Jika mulai bosan maka kami akan mengemasi barang-barang dan berjalan menuju sungai untuk menyegarkan kaki, iya, hanya keceh karena aku tak bisa berenang dan kami tahu diri bahwa berbahaya jika masuk ke sungai. Jika bosan juga maka kami akan melanjutkan perjalanan, biasanya kami akan mencari pohon talok, kami mengambil buahnya, bahkan kami begitu lihai memanjat pohon-pohon talok tersebut. Aku rasa kami memanjat pohon sampai bisa melihat atap rumah-rumah, dan melihat matahari yang mulai menuju ufuk barat, cahaya-cahaya jingga yang mulai menyemburat mewarnai langit. Saat itulah kami memutuskan untuk pulang.
“Heuh”
Sesampainya di rumah aku merebahkan badan, lelah, tapi tak terasa, begitu menyenangkan. Ingin rasanya aku menikmati masa kecil itu lagi. Aku langsung bersiap mandi dengan air yang sangat dingin.
“Love love Minky momo, cobalah kau dengarkan, love love Minky Momo, yang ada di hatiku.”

Jumat, 03 November 2017

BFF - Does It Exist? (Preface)

From pinterest.com 

Someone you can count on. Someone who cares. Beside you wherever you go.
Gift Of A Friend by Demetria Devonne Lovato
Lagu ini rilis di masa aku masih SMP. It was one of my favorite song ever. Kebanyakan orang suka lagu karena mereka merasa lagu itu “aku banget” katanya, tapi ini bukan alasanku suka lagu ini. Alasanku suka lagu ini justru karena aku rasa lagu ini “bukan aku banget”. Dan dari lagu ini aku selalu mengandai-andai memiliki seorang teman dekat yang sangat dekat dan baik. Yes, mengandai-andai berarti kenyataannya tidak ada. Lagu inilah yang selalu mengingatkanku bahwa aku hidup tidak seperti apa yang ada di lagu tersebut. Mbulet? Sorry.
Sebelumnya, kenalin namaku Davina. Saat ini aku adalah seorang mahasiswa pasca sarjana di salah satu universitas negeri di Jogja. Aku sedikit menganggap diriku sendiri introvert. Kenapa? Karena aku rasa memang aku lebih menyukai sendiri daripada harus berteman dengan orang lain. Mungkin ini semua memang dari apa yang telah aku alami sejak kecil.
Aku adalah seorang gadis pemalu dan penakut untuk bersosialisasi dengan orang lain. Aku agak sulit berteman baik dengan seseorang. Bukan berarti aku ini anak jahat atau anak aneh jadi tidak ada yang mau berteman denganku. Namun aku hanya tidak ingin berteman baik dengan orang lain.

Hatifah Putri - Untuk Pemuda Indonesia

Kali ini dalam rangka Sumpah Pemuda, aku bikin video tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan para pemuda Indonesia.
Iya, pemuda Indonesia masih banyak yang menjadi pecandu alkohol dan obat-obatan, and here I'll give you the tips how to cut your addiction guys.
Semoga bermanfaat.



Minggu, 22 Oktober 2017

Hatifah Putri - Korban Ngobat, PCC

Ngobat?
Hiiiiii
Watch this..!


Hatifah Putri - Tips Untuk Move On

Patah Hati.?
Sakit Hati.?
Move On.?
Let's see how to get through heartbreak.


Hatifah Putri - OSPEK, Perlu Gak Sih?

Jadi, menurut kalian OSPEK itu perlu gak sih guys?
Ini menurutku.


Hatifah Putri - Bangga Jadi Indonesia (Kamu Cantik...!!)

I made a video about Indonesian skin tone.
Check this out...!!



Putri & Pangeran (Bab VIII: Usaha Itu Sebenarnya Begitu Nyata)

CHANGE
“Mbok tolong kamu tu ngerti keadaanku..!”
“Aku terus aku terus. Kamunya kapan?”
“Kalau aku punya keinginan ya pokoknya harus terpenuhi..!”
“Aku terus yang usaha buat memahami, tapi kamunya sendiri gak pernah ada usaha buat berubah. Apa-apaan ini…?!!”
Iya, kurang lebih penggalan kalimat itulah yang sering aku lontarkan. Mungkin semua orang akan melontarkan kalimat-kalimat seperti itu jika mereka telah merasa lelah dan MERASA bahwa tak ada usaha perubahan yang dilakukan pasangannya. Begitu juga denganku yang pernah berada pada fase lelah menjadi orang yang terus berusaha.
Namun semua mulai berubah ketika aku iseng mengisi waktu dengan membaca beberapa artikel dari internet. Aku tak terlalu mengingat apa judulnya, siapa pengarangnya, dan bagaimana kalimatnya. Yang aku ingat dari intisari artikel itu adalah bahwa,

Putri & Pangeran (Bab VII: Redemption..?!)

Redemption

Suaranya begitu keras dan lantang saat berteriak. Tangan dan kakinya begitu ringan melempar atau menendang sesuatu saat marah. Ditambah emosinya begitu mudah berubah dan meledak-ledak. Ya Tuhan, ada apa ini? Apa salahku? Pangeran sekarang terlihat seperti Raka, bahkan lebih ganas dan mengerikan lagi. Apa dosaku setelah keluar dari kandang macan lalu harus masuk ke kandang singa?
Pangeran ternyata begitu hobi memainkan games di ponselnya. Saat itu ia begitu terobsesi dengan “Clash of Clans”. Setiap hari ketika bersama ia selalu memegang ponselnya dan memainkan game itu. Dulu, sempat aku ingat bahwa Raka juga memainkan game itu, namun aku selalu memarahinya ketika ia terus berkutik dengan ponsel saat kita bersama, bayangkan jika bertemu hanya satu atau dua minggu sekali lalu hanya dihabiskannya dengan game, tentu aku akan marah.
Namun ternyata hal yang sama terjadi padaku dan Pangeran, dan parahnya, karena hampir setiap hari kami bertemu dan menghabiskan waktu bersama, mau tidak mau aku harus melihatnya memainkan game yang harus ia mainkan itu, ya karena baginya itu tanggungjawabnya pada rekan satu clan jadi dia akan tetap bermain jika sudah tiba saatnya bermain meskipun saat itu ada aku di sampingnya. Tapi aku pikir itu tak akan menjadi masalah, karena kami hampir setiap hari bertemu, tentu masih banyak waktu bersamanya, jadi aku biarkan saja dia bermain sesukanya, selama tak merugikanku maka aku santai saja.
Tapi ternyata ini bukan soal waktu yang dihabiskan bersama, aku sama sekali tak cemburu dengan game itu, namun ada hal lain yang mengganjalku. Ketika berhadapan dengan game ternyata Pangeran menunjukkan sisi lainnya, bukan lagi Pangeran yang manis dan lucu, tapi ia seketika berubah menjadi Pangeran yang garang dan sangat kasar, terlebih saat ia harus menghadapi kekalahan saat pertandingan.

Minggu, 27 Agustus 2017

Putri & Pangeran (Bab VI: Mantan Itu...)

kljenko.info

~ Kalau kangen mantan, boleh aja kan? ~
What The…
Pertanyaan macam apa itu, banyak yang mengucapkannya di media sosial. Aku rasa mantan bukanlah seseorang yang perlu dikangeni, jika masih kangen berarti masih sayang, itu mutlak. Jika sudah tak ada rasa, bahkan mengingat kenangannya saja sudah hambar dan tak ingin, apalagi kangen dengan pribadinya. Aku yang notabene menyudahi hubungan dengan mantan yang penuh drama membuatku lama-kelamaan membuatku membenci segala kenangan tentangnya, apalagi individunya. Mungkin kata orang tidak baik untuk membenci seseorang meskipun itu mantan sekalipun. Namun aku hanya benci bagaimana bisa aku membuang-buang waktu dan energiku yang berharga hanya untuk disakitinya, padahal aku bisa saja menjali kebahagiaan dengan yang lain. Aku benci kenapa aku begitu bodoh saat itu. Baru aku bisa sadar betapa bodohnya aku saat itu ketika aku merasakan bahagiaku saat ini, ternyata bahagia begitu menyenangkan.
Aku menjadi sedikit sensitive jika ada yang menyinggung soal mantan, namun aku berusaha bersikap seperti biasa saja. Tapi, amarah membelengguku ketika aku tahu justru Pangeran maih berhubungan dengan mantannya. Bahkan ketika aku menulis bagian ini, rasanya mendung sedang berada di atas kepalaku, mendung hitam dengan petir yang menyambar-nyambar. Dan perutku terasa mules saat hatiku terasa tak enak.
Siang itu tak sengaja aku membuka panggilan keluar di ponsel Pangeran. Entah, aku selalu tak sengaja melakukan sesuatu meskipun itu bukan kebiasaanku, mungkin memang firasatku sebagi perempuan begitu kuat. Panggilan ke luar, nomor tak bernama, kurang lebih setengah jam. Aku curiga, aku pun tak pernah diteleponnya dengan percakapan selama itu, siapa ini? Kubuka pesan terkirim dan pesan masuknya. Kucocokkan setiap digit nomornya. Dan kutemukan sedikit percakapan tentang janjian untuk saling berbicara lewat sinyal.
Ooh.
Jadi
Itu
Si
Sara
Mantan

Putri & Pangeran (Bab V: Lepaskan Semua)

you__re_the_only_one____by_lunalove2-d49tpp2

Heuh, lega sekali satu permasalahan telah selesai. Aku benar-benar terlepas dari Mamat meskipun hari-hariku akan lebih aneh dengan sikapnya. Tapi ya sudahlah, akan kunikmati itu semua, anggap saja ini memang sebuah panggung sandiwara, dan skenarionya memang sudah diatur. Ya daripada harus diambil pusing justru aku sendiri yang bisa stress.
Tidak hanya urusan dengan Mamat yang menjadi masalah, tidak lupa masih ada satu sosok yang masih menjadi bayang-bayang. Yak, Raka lah orangnya yang ternyata masih saja menggeliat di alur cerita cintaku. Heeeuh, ingin rasanya aku menghela nafas panjang, memang sudah satu judul aku bercerita tentang Raka sebelumnya, tapi ternyata masih ada saja sisa-sisa tetes ceritanya di judul baru kehidupanku ini. Tapi aku tetap berusaha tenang, sebentar lagi pasti semua itu akan habis tak tersisa.
Baiklah, sebelumnya sudah sedikit aku ceritakan bagaimana Raka di awal hubunganku dengan Pangeran, menyedihkan, mungkin saat itu baru aku tahu bahwa Meme di luar sana memang ada benarnya. Jadi begini, kalian tentu tahu bahwa sebelum menjalin hubungan dengan Pangeran, aku yang saat itu masih menjalin komunikasi dengan Raka sempat memberitahunya bahwa aku sedang dekat dengan seseorang, bahkan Raka sempat memintaku untuk mengirim foto Pangeran padanya. Respond nya? Antara biasa dan tak biasa menurutku, sok jaim dan bahkan gengsi untuk mengakui bahwa sebenarnya dia tak terima.
“Menurutmu aku gimana ya?”
“Gimana apanya?”
“Ya sekarang ini, aku deket sama Mamat tapi juga sama yang namanya Pangeran itu.”
“Lha trus kenapa?”
“Ya menurutmu gimana? Sebagai cowok, kira-kira gimana baiknya?”
“Ya kalo aku sih terserah kamu aja nyamannya gimana, sama siapa, aku support aja kok.”
“Iya juga sih, yaudah lah, gak tanya lagi.”
Sepenggal percakapanku dengan Raka via BBM. Tak sedikitpun dia menunjukkan ada rasa cemburu atau gerak gerik masih sayang. Kata-katanya begitu biasa saja layaknya kami memang berteman. Dia seolah begitu mendukungku untuk hubunganku dengan mereka. Memang sedikit naif, saat itu bahkan aku kadang masih merasa jengkel, kenapa dia bisa seperti begitu mengikhlaskanku, apa iya dia sudah benar-benar melupakanku dan rela aku dengan orang lain? Hiiih.!! Sebegitu tidak berharganyakah aku dia bisa benar-benar melepaskanku? Jika memang iya, maka aku pun juga harus benar-benar mengikhlaskannya. Tapi tidak akan mudah mengikhlaskannya jika aku masih sendiri. Hahaa, iya, aku memang mungkin tipe orang yang tak bisa sendiri, karena memang aku belum pernah menjombo sebelumnya. Jadi aku putuskan untuk benar-benar merenungkan kemanakah aku harus melabuhkan hatiku yang sedang hancur ini. Mencoba merenungkan siapa yang bisa memperbaiki dan mengobati pecahan-pecahan hati ini.
Setelah aku mengiyakan ajakan Pangeran untuk berkomitmen, aku tak langsung memberitahu Raka tentang keputusanku itu. Tak lama setelah aku bersama Raka, baru aku langsung meminta keputusan pada Mamat tentang kelanjutan hubungan kami. Setelah Mamat menolak berkomitmen, barulah aku berani mem-publish hubunganku dengan Pangeran, termasuk juga memberitahu Raka bahwa aku sudah tidak sendiri lagi. Jahat ya aku? Seolah menjadikan Pangeran sebagai cadangan dan bahkan bisa saja saat itu dia menjadi tumbalnya jika memang Mamat mau berkomitmen denganku atau Raka masih mau memperjuangkanku. Tapi jalan ceritanya ternyata tidak seperti itu, tidak memojokkan aku sehingga aku tak terlihat terlalu jahat.
“Aku udah jadian sama Pangeran?”
“Haaa? Masa? Kapan?”

Senin, 17 Juli 2017

Putri & Pangeran (Bab IV: Bukan Salahku)


Pagi dengan kehidupan hati yang baru, aku harap hari-hariku akan lebih ceria ke depannya. Hari ini hari ulang tahun Mamat, iya, tepat satu hari setelah tanggal jadianku dengan Pangeran. Ditambah aku belum mengatakan bahwa aku sudah tidak sendiri lagi pada Mamat. Aku rasa aku sangat jahat, tapi jika aku terus menerus menjadi orang baik yang justru akan merugikan diriku sendiri, untuk apa aku jadi baik. Pagi ini aku ucapkan selamat pada Mamat, dan dia berniat mengajakku untuk makan siang bersama, biasaaaa, traktiran. Aku dilemma, kucoba meminta izin pada Pangeran.
“Hei, aku pergi makan siang dengan Mamat boleh? Dia ulang tahun, traktiran.”
“Oooh, iya gakpapa, pergi aja.”
Hmmm, Pangeran mengijinkan, dengan sedikit bingung aku pun mengiyakan ajakan Mamat. Dia datang menjemputku dan bersama kami menuju tempat makan pilihannya. Sesampainya di sana, semua berjalan seperti biasa. Meski sedang bersama Mamat, aku terus memegang ponsel, just for checking kali aja Pangeran mengirim pesan. Tapi Mamat tidak pernah curiga sebelumnya, sampai pada saat aku sedang berkirim pesan dengan Pangeran aku tersenyum lebar,
“Lagi di mana?”
“Lagi beli aki motor, minta baru kayaknya.”
“Ih, kemarin laptop baru, sekarang aki baru.”
“Iya, pacar juga baru.”
Tanpa disengaja aku tersenyum begitu lebar, diikuti senyuman-senyuman yang lain karena banyolan-banyolan Pangeran. Mamat langsung mulai curiga.
“Chattingan sama siapa sih? Bahagia banget.”
“Nggak, temen, lucu aja yang dibahas.”
Aku belum siap mengatakan bahwa aku sudah resmi berpacaran dengan seseorang, jadi segera saja pesan-pesan dari Pangeran aku hapus. Meski Mamat jarang memeriksa ponselku, namun kali ini perasaanku tidak enak. Kami meneruskan mengobrol dan akhirnya kami pulang, dia mengantarku sampai kost. Benar saja, dia tidak langsung pergi seperti biasanya, tiba-tiba dia meminta ponselku. Aku menolak memberikannya, namun dia merebutnya. Dan, ada pesan masuk dari Pangeran.
“Udah pulang sayang?”
Mamat terlihat begitu murka. Wajahnya langsung berubah masam, sangat masam. Seakan ingin meluapkan emosi namun tetap dipendamnya. Dia hanya bertanya,
“Ini siapa?”
“Temen.”
“Kok panggil-panggil sayang.”

Selasa, 04 Juli 2017

Putri & Pangeran (Bab III: Pangeran Tak Suka Menanti)


Kriiiiiiiiiiiiiing……….!!! Alarmku berbunyi.
Good morning Sun Shine..!!!
Rasanya masih sangat lelah dan mengantuk. Bagaimana tidak, tengah malam aku baru pulang. Hari telah berganti. Saat membuka mata saat itu aku bertanya-tanya, akankah Pangeran terus berjuang mendekatiku atau tidak. Aku sedikit pesimis sebenarnya, aku takut setelah bertemu dia tidak menyukai kepribadianku. Secara, saat bertemu aku tidak butuh waktu lama untuk nyaman bersendagurau dengannya. Pangeran sangat humoris dan banyak membuatku tertawa. Ketika aku sudah merasa nyaman, aku lebih sulit megendalikan diri. Saat dia melucu dan memang aku merasa itu lucu, aku tertawa terbahak-bahak begitu keras. Meski aku masih merasa bahwa aku saat itu jaim, tapi aku rasa tertawaku begitu lepas dan mungkin terlalu keras untuk ukuran wanita kalem. Hahaaa
Aku tidak ingin memulai pembicaraan terlebih dahulu, seperti biasa aku hanya akan menunggu HP berdering. Sembari melakukan kegiatanku di hari Minggu seperti biasa aku masih menunggu kepastiannya dan juga berpikir apa yang harus aku lakukan. Di waktu yang sama, sebenarnya aku masih terus berhubungan dengan Mamat. Aku semakin berpikir, apakah salah apa yang aku lakukan saat ini? Karena aku dan Mamat memang sudah sangat dekat, kami sudah menaruh hati, tapi aku tidak tahu sebenarnya bagaimana status kami. Terlebih lagi ketika aku teringat saat dia dengan sengaja menuliskan nama seorang perempuan lain sebagai temporarily tattoo di dadanya itu. Memang dia sudah meminta maaf, tapi jujur aku masih merasa sakit dan aku pikir-pikir aku berhak mendapat kepastian, bukannya digantung.
Oke, sedikit cerita tentang Mamat. Mamat selama ini aku rasa belum bisa terbuka denganku. Setiap dia pergi entah ke mana, dia hanya pamit dengan alasan ada urusan. Jika aku bertanya ke mana, urusan apa, dengan siapa, dia jarang sekali menjawab. Pernah aku bertanya seperti itu,
“Ke mana?”
“Pokoknya ada urusan.”
“Aku gak boleh tahu?”
“Emang kamu harus tahu semua urusanku?”
Jika aku pikir-pikir, untuk apa dia menyembunyikan sesuatu dariku? Aku juga tidak pernah tahu siapa saja yang ia hubungi di HP nya itu. Tak pernah ada kesempatan untukku bisa mengecek, meski aku sebenarnya tipe orang yang cuek, dan dia pun sama cueknya tidak pernah mengecek aku berhubungan dengan siapa saja, tapi dengan kejadian yang pernah ada aku menjadi mencurigainya, sebenarnya selain ada aku apa iya ada yang lain? Hmmm.
Namun selain hal-hal yang membuatku ragu itu, sebenarnya ada hal lain yang perlu aku pertimbangkan. Kami sudah sangat dekat selama ini, dan Mamat sangatlah humoris dan santai, aku suka pria yang seperti itu. Terlebih lagi kami sama sekali tidak pernah ada pertengkaran dan masalah sebelumnya, hanya urusan tato itu saja yang menjadi maslah pertama dan membuat geger. Aku semakin berpikir bagaimana caranya memilih nanti jika Pangeran benar-benar meneruskan fase pendekatannya ke step yang lebih jauh denganku?

Minggu, 18 Juni 2017

Putri & Pangeran (Bab II: Marmut Merah Jambu)


“Cinta itu kayak marmut lucu warna merah jambu, yang berlari di sebuah roda, seolah berjalan jauh, tapi nggak ke mana-mana, nggak tahu kapan berhenti ku jatuh cinta.” – The Nelwans
Lagu marmut merah jambu ost salah satu film Raditya Dika. Jujur, saat menulis lirik lagu di atas, senyum terus menerus tersungging di wajahku. Bukan, bukan karena aku fans Raditya Dika (he’s awesome, but I’m not a fanatic fan of him). Lagu ini juga bukan lagu favorit yang sering aku nyanyikan bersama seseorang yang aku sayang. Tapi memang ada momen tersendiri yang membuatku selalu merasa sumringah. There’s a song that will remind you to a moment in your life. Yupp, entah karena lagu itu sedang pas dengan situasi dan kondisi, atau mungkin ada peristiwa penting saat lagu itu sedang booming, pasti kita akan dibawa pada ingatan suatu masa jika kita mendengarkan suatu lagu. Dan hal yang sama terjadi padaku, apalagi aku ini orangnya sangat baper terhadap lirik lagu, bagiku cerita dalam suatu lirik lebih penting daripada indahnya melodi lagu tersebut.
Oke, setelah Pangeran menghilang secara perlahan, aku tak pernah lagi berpikiran untuk sekedar menyapa melalui chat. Aku selalu berpikir bahwa manusia hidup memang hanya berdasarkan asas kebermanfaatan. Alias mereka tidak akan datang padamu jika tidak menginginkan sesuatu darimu. Mungkin itu aliran yang sedikit jahat. Pasti akan ada banyak dari kalian yang tidak setuju, tapi itu terserah saja, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda termasuk aku. Jadi, aku adalah golongan orang yang tidak terlalu suka menyapa seseorang melalui pesan secara tiba-tiba dengan hanya ingin mengetahui kabar mereka termasuk Pangeran. Saat itu aku pikir mungkin dia hanya akan menjadi sebuah catatan kecil saja dalam hidupku, tidak ada yang spesial. Namun semua bisa berubah begitu cepatnya, kadang sampai saat ini aku masih begitu heran.
Singkat cerita aku menyudahi hubunganku dengan Raka, tidak perlu lagi kuceritakan bagaimana karena dia benar-benar sudah terkubur bersama masa lalu, jangan buat aku harus lelah menggali hanya untuk bercerita tentang dirinya, karena hanya rasa sakit yang tersisa meski sudah lama (better if you read my first story about him). Suatu malam datang, malam itu adalah titik balik kebangkitanku setelah sakit dan terlunta-lunta. Saat itu, layaknya banyak remaja, kadang jika memang sedang tak ada kegiatan, aku hanya terbaring di atas tempat tidur, menggenggam ponsel dan hanya sekedar memainkan social media. Buka facebook, scroll scroll, tutup, buka twitter, scroll scroll, tutup, begitu membosankan. Namun siapa sangka apa yang akan terjadi setelah kebosanan itu melanda.
Tanpa ada maksud aku mengganti Display Picture BBM ku. Aku memang bukan tipe seseorang yang sering update status dan menggonta-ganti foto. Aku rasa memang DP ku sudah sangat lama tidak aku ganti, sampai pada malam yang begitu membosankan itu aku mengganti DP dengan salah satu foto ketika aku berada di Museum Angkut di Malang, kalian pasti tahu kan. Tidak lama setelah au mengganti foto, tiba-tiba HP bordering. Dan ternyata itu pesan dari Pangeran. What?! Aku bahkan hampir lupa bahwa pernah ada sedikit catatan kecil tentangnya karena terlalu lama kami tak saling menyapa. Tanpa disangka dia kembali muncul. Awalnya dia hanya sedikit mengomentari foto yang baru saja aku pajang.
“Kayak pernah tau.”

Jumat, 16 Juni 2017

Putri & Pangeran (Bab I: "PING!!!")

Sebelumnya,
Hi, aku Syifa. Di sini aku ingin sedikit berbagi pengalamanku tentang cinta. Mungkin sebelumnya aku sudah pernah bercerita tentang pahitnya cinta dengan Raka. Hahaaa. Iya, aku adalah Syifa yang sama dengan kisah “Cinta Monyet Raka dan Syifa” jika kalian pernah tahu, jika belum, maka sebelum membaca kisah ini, kalian wajib membaca kisahku sebelumnya. Bukan bermaksud untuk mengiklankan tulisanku sebelumnya, tapi memang karena kalian akan susah memahami alur ceritaku ini jika kalian tidak tahu masa laluku.
Oke, setelah kalian tahu siapa aku dan bagaimana masa laluku di dunia hati ini, mungkin kalian tahu sekali siapa itu Pangeran. Yupp, di sini akan aku bagi bagaimana awal pertemuan kami hingga kini. Tapi mungkin kalian bertanya-tanya, siapa Putri yang aku pajang namanya di judul tulisan ini? Hahaa, tidak usah menebak-nebak, tentu saja akulah Sang Putri itu. Tolong jangan tertawa. Aku sendiri kebingungan, akan tidak cocok jika aku beri judul “Syifa dan Pangeran”. Lagian, namaku juga mengandung kata Putri kok jika kalian tahu. Jadi, anggap saja sekarang di sini aku berubah nama menjadi Putri. So, buat kalian yang sudah membaca my last story pasti sudah ada sedikit gambaran tentang bagaimana aku dan Pangeran bertemu. Akan aku ulas lebih detail di sini. Sip, let’s start the drama.
Why did I say drama? Yupp, Karen sebenarnya ceritaku ini memang hampir seperti drama, sinetron, film, dan semacamnya. Tapi setelah aku pikir-pikir, sebenarnya bukan kisahku yang seperti sinetron, sesungguhnya sinetron lah yang memang membuat scenario berdasarkan kisah nyata. Ya tentunya mereka tambahkan bumbu-bumbu kealayan, itu yang sebenarnya menyebalkan. Jika kalian pikir kisah orang tua tiri yang jahat, bertemu jodoh secara kebetulan, dan lain sebagainya itu hanya cerita di sinetron, kalian salah. Memang tidak semua seperti itu, tapi percayalah, memang ada yang seperti itu di dunia ini. Salah satunya aku. Hahaaa
Jadi, semua berawal ketika aku masih berada di semester 4 saat aku kuliah jika aku tidak salah. Saat itu tiba-tiba ada beberapa akun BBM yang meng-invite ku secara bersamaan. Dari nama-namanya aku tidak mengenali siapa mereka, tapi sengaja aku terima saja karena aku adalah golongan positivistic, yaitu golongan orang-orang yang berpikir positif, mungkin saja mereka kawan dari kawanku yang butuh bantuan atau keperluan yang lain. Setelah aku terima permintaan BBM mereka, aku hanya membiarkannya saja, karena selain golongan positivistic aku juga golongan masa bodo sak karepmu alias tidak terlalu peduli urusan orang lain. Jadi selama mereka tidak mengirim pesan terlebih dahulu aku tidak akan mengirim pesan dan bertanya-tanya layaknya orang kepo. Ya mungkin hal itu karena sifatku yang tertutup jadi aku tidak terlalu suka aktif, tetapi reaktif.
Aku lebih suka apabila sesuatu tertata rapi, termasuk kontak BBM ku. Aku selalu menempatkan semua kontakku sesuai dengan kategori masing-masing seperti Keluarga, Kawan SD, Kawan SMA, Kawan Kuliah, dan lain sebagainya. Kontak yang tidak ada dalam semua kategori aku tempatkan di kategori Kontak, termasuk mereka-mereka yang tidak aku kenal tadi, semua masih berada di kategori kontak karena memang bahkan aku tidak tahu siapa mereka.
Saat itu aku masih bersama Raka, ya tapi masih dengan tabiatku yang sedikit terbuka alias berani menanggapi para pemuda yang mendekatiku. Prinsipku sih aku akan jujur bahwa aku punya kekasih, urusan setelah itu aku urus belakangan saja, jika memang mereka masih tertarik ya bisa jadi aku pertimbangkan, namun jika mereka mundur aku juga biarkan. Yang jelas aku tidak akan mau jika harus diminta memutuskan Raka.

Selasa, 30 Mei 2017

Cinta Monyet Raka dan Syifa (Bab VI - Selamat Tinggal)


Malam itu, malam di saat kami memutuskan untuk menyudahi seluruh perjuangan dan pengorbanan hampir selama tujuh tahun ini, aku tak tahu lagi harus merasa bagaimana. Siapa yang tak tahu bagaimana rasa sakitnya melepaskan seseorang yang sudah sempat kalian pakukan di hati. Ada apa dengan aku ini?
Aku telah melakukan kesalahan beberapa kali di belakangnya, tapi ternyata kami terpisah bukan karena perilakuku itu, tapi justru karenanya. Sampai saat ini bahkan dia tak tahu apa yang telah aku lakukan selama ini, baguslah, jadi bukan aku yang salah dalam perpisahan ini. Mungkin aku juga salah, aku tidak bisa mengalah dan mengimbanginya, aku tidak pernah menurut apa katanya. Tapi aku pun tak pernah mengatur-ngaturnya hingga aku pun tak ingin diatur. Mungkin dia melakukannya karena menyayangiku, tapi kalian tahu sendiri bagaimana kisahku, bagaimana kesalnya menjadi aku. Hingga aku harus mencari sosok lain yang bisa menjadi pundakku.
Malam itu, seketika aku berlinang air mata dan terpaku menatap layar ponsel. Seolah tak percaya, tapi sebenarnya aku sudah menduganya. Dengan aku yang sudah bermain di belakangnya, dan bahkan sudah tidak nyaman bersamanya, aku sudah sangat sadar bahwa entah cepat atau lambat kami akan berpisah. Karena tidak akan mungkin kami bisa bersama jika aku masih seperti ini, dan dia bersikukuh seperti itu. Aku tahu ini akan berakhir, tapi aku tak menyangka semua terjadi secepat itu.
Linangan air mataku tak lagi bisa kubendung, lembaran demi lembaran tisu harus kuusapkan ke pipi, kuremas, dan kulempar mengotori lantai kamarku. Tergeletak menangis dan meronta di atas tempat tidur, seolah aku sedang menangisi apa yang telah kukorbankan tak lagi ternilai dan hilang begitu saja. Hahaa, jika saat ini aku mengingat momen itu, aku ingin tertawa, karena tak sepantasnya aku menangisi dia yang seperti itu kupikir, masih banyak yang bisa membuatku bahagia selain dia. Siapa bilang aku tak bisa hidup tanpanya? Tapi semua itu memang baru kusadari sekarang, dulu? Gadis cengeng ini tak bisa menahan emosinya untuk menangis.
Menangis, berteriak, bahkan sampai menyakiti diri sendiri. Untung saja aku tak segila itu sampai harus mengakhiri hidup, untung saja logikaku masih bisa bermain dengan benar bahwa hidupku tidak sehina itu untuk harus diakhiri hanya karena cinta. Tapi tetap saja aku menyimpan rasa sakit yang mendalam.