? |
Pagi
ini aku mengikuti kuliah dengan mata kuliah filsafat. Aku tak begitu suka dan
tak begitu paham bagaimana jalan pikiran para filsuf itu, mengapa mereka
memperdebatkan apa yang disebut “Ada” dan tentang konsep “Kebenaran”? Namun
pagi ini tiba-tiba mengingatkanku atas apa yang aku alami selama ini.
Dalam
aliran filsafat Pragmatisme bahwa “Sesuatu dianggap benar apabila bermanfaat”
maka aku rasa manusia jaman sekarang lebih cenderung mengikuti aliran ini,
termasuk dalam hubungannya dengan kehidupan sosial. Sontak sesuatu langsung
terbesit dalam pikiranku. Dari beberapa cerita di atas, semua seolah mendukung
aliran ini.
Entahlah,
aku bukan seorang mahasiswa filsafat, bukan pula yang tertarik mendalaminya.
Aku hanya teringat akan kisah pertemananku atau persahabatanku saat aku
mendengar kalimat itu. Mereka yang pernah datang seolah memang datang untuk mengambil
manfaat untuk diri mereka sendiri, entah apapun itu bentuk manfaatnya.
Jahat
sekali aku jika berpikir seseorang akan berteman dengan orang lain jika memang
itu bermanfaat untuk mereka, jika dirasa tidak memberi manfaat mereka akan
pergi, dan jika mereka membutuhkan sesuatu lagi mereka akan datang lagi. Tapi
aku rasa individu-individu saat ini memang banyak mewarnai diri mereka dengan
pemikiran itu.
Teman,
sahabat, keluarga, bahkan pasangan, semua adalah hubungan yang sebenarnya
didasari atas cinta. Salah seorang filsuf Postmodern bernama Jacques Derrida
berbicara tentang “Cinta”. Cinta bisa dipisahkan menjadi dua hal yaitu “Siapa”
dan “Apa”. Maksudnya, apakah kau mencintai seseorang atau mencintai sesuatu? Ya,
mendengar kalimat ini aku langsung teringat pula dengan kisahku selama ini.
Awalnya
aku bingung, tentu saja kita mencintai seseorang karena konteksnya adalah
manusia. Tapi ternyata bukan semata-mata itu maksudnya. Pertanyaan untuk
“siapa” adalah, apakah engkau mencintai seseorang sebagai suatu kesatuan utuh
atas seseorang itu? Sedangkan pertanyaan untuk “apa” adalah, apakah engkau
mencintai seseorang karena apa yang ada padanya?
Jika kita mencintai “siapa”, maka apapun yang ada
atau akan terjadi tidak akan dengan mudah bisa membuat cinta kita hilang dari
seseorang itu. Dan apabila kita mencintai “apa”, maka jika sesuatu hal yang
kita suka itu, entah sikap, intelligent, atau penampilan dari seseorang itu
yang kita harapkan ada padanya ternyata tidak ada atau telah hilang, maka cinta
kita pun bisa ikut hilang.
Oooh,
jadi, mungkinkah ternyata selama ini mereka mencintai “apa” dariku, bukan
mencintai “siapa” dariku. Aku selalu ingin mencintai seseorang baik teman,
sahabat, keluarga, bahkan kekasih atas “siapa”, namun mengapa aku selama ini
banyak dibalas dengan sebaliknya? Namun aku selalu mencoba percaya bahwa pasti
ada sesuatu yang baik dalam setiap hal bahkan yang terlihat seperti sebuah
ketidakbaikan.
Kadang
aku berpikir, apa maksud dari semua ini? Hingga saat ini aku mempertanyakan
adanya ketulusan. Aku masih mencari dalam hidup ini, masih adakah orang yang
tulus di bumi ini, seperti apa bentuk ketulusan itu, apakah memang yang dinamakan
ketulusan itu ada?
Hahaa
Maaf.
Kali ini aku membuat kalian membaca tentang kebingunganku. Dalam bab ini tidak
ada cerita tentang siapapun. Aku hanya ingin berbagi tentang apa yang membuatku
semakin bertanya-tanya. Mungkin saja kalian ingin mencoba mempertanyakan hal
yang sama pada diri kalian. Atau mungkin kalian ingin mencoba memberiku titik
terang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar