Halaman

Minggu, 27 Agustus 2017

Putri & Pangeran (Bab VI: Mantan Itu...)

kljenko.info

~ Kalau kangen mantan, boleh aja kan? ~
What The…
Pertanyaan macam apa itu, banyak yang mengucapkannya di media sosial. Aku rasa mantan bukanlah seseorang yang perlu dikangeni, jika masih kangen berarti masih sayang, itu mutlak. Jika sudah tak ada rasa, bahkan mengingat kenangannya saja sudah hambar dan tak ingin, apalagi kangen dengan pribadinya. Aku yang notabene menyudahi hubungan dengan mantan yang penuh drama membuatku lama-kelamaan membuatku membenci segala kenangan tentangnya, apalagi individunya. Mungkin kata orang tidak baik untuk membenci seseorang meskipun itu mantan sekalipun. Namun aku hanya benci bagaimana bisa aku membuang-buang waktu dan energiku yang berharga hanya untuk disakitinya, padahal aku bisa saja menjali kebahagiaan dengan yang lain. Aku benci kenapa aku begitu bodoh saat itu. Baru aku bisa sadar betapa bodohnya aku saat itu ketika aku merasakan bahagiaku saat ini, ternyata bahagia begitu menyenangkan.
Aku menjadi sedikit sensitive jika ada yang menyinggung soal mantan, namun aku berusaha bersikap seperti biasa saja. Tapi, amarah membelengguku ketika aku tahu justru Pangeran maih berhubungan dengan mantannya. Bahkan ketika aku menulis bagian ini, rasanya mendung sedang berada di atas kepalaku, mendung hitam dengan petir yang menyambar-nyambar. Dan perutku terasa mules saat hatiku terasa tak enak.
Siang itu tak sengaja aku membuka panggilan keluar di ponsel Pangeran. Entah, aku selalu tak sengaja melakukan sesuatu meskipun itu bukan kebiasaanku, mungkin memang firasatku sebagi perempuan begitu kuat. Panggilan ke luar, nomor tak bernama, kurang lebih setengah jam. Aku curiga, aku pun tak pernah diteleponnya dengan percakapan selama itu, siapa ini? Kubuka pesan terkirim dan pesan masuknya. Kucocokkan setiap digit nomornya. Dan kutemukan sedikit percakapan tentang janjian untuk saling berbicara lewat sinyal.
Ooh.
Jadi
Itu
Si
Sara
Mantan
Terakhir
Dengan
Hubungan
Terlama
Ya
Heuuuuh, menuliskan ini begitu menguras hati. Ternyata saat itu Pangeran sempat mengobrol dengan mantan cantiknya nan mungil selama kurang lebih setengah jam. Aku merasa marah namun heran, apa yang mereka obrolkan saat itu. Saling bertukar kabarkah? Saling mengingat kenangankah? Apaaa?!! Ditengah rasa heranku, tak kuasa aku menitikan air mata. Di setiap tetes air mata itu terselip pula tanya, setelah apa yang terjadi antara kami dan Raka, mengapa Pangeran justru ingin membuat masalah baru, bukankah baru saja kita tenang?
Aku terdiam dengan meanahan tetesan air mata tanpa suara sesenggukan berusaha agar Pangeran tak menyadari kondisiku saat itu. Tapi memang aku tak bisa menyembunyikannya, terlalu sakit menurutku. Dan tak berapa lama pun Pangeran yang sedang asik bermain game menyadari perubahan sikapku.
“Yang, kenapa?”
“Hmmm.”
“Heh, kenapa?!”
“Gakpapa.”
“Halah-halah, gak usah sok-sok an, kenapa?!”
Aku ingin ia menyadarinya sendiri. Kusodorkan ponselnya dan kulontarkan pertanyaan ringan padanya.
“Nih, lupa dihapus history-nya?”
“Haa? Maksudmu?”
Pangeran melihat ponsel yang kusodorkan padanya, menyadari bahwa aku telah mengetahui semuanya ia langsung memasang muka panik dan tak bisa berkutik. Tak sepatah katapun yang ia ucapkan. Aku tahu dia pasti takut aku pasti akan marah dan ia sendiri tak tahu harus membela diri bagaimana karena nyatanya memang ia yang salah.
“Maksudmu apa?”
“Gak ada.”
“Maksudmu apaa?!”
Kutinggikan sedikit ndaku saat bertanya, tapi tak diikuti jawaban apa pun. Aku rasa aku perlu melampiaskan sedikit emosi ini padanya. Jangan dipikirr aku yang terlihat lemah ini tak bisa marah dan garang. Aku tak suka untuk marah, aku begitu tenang, tapi jika kau berbuat salah, jangan harap aku akan tetap seperti itu. Jangan pernah mencoba membangunkan macan tidur.
“Kamu yang telepon ya. Kamu yang minta telepon dia?! Iya?!”
“…”
“Maksudmu apa?! KANGEN?! IYA?!”
“Gak yang, cuma tanya kabar tok.”
“Tanya kabar sampe setengah jam, kabar yang mana?! He?!”
“…”
“Peduli amat, masih sayang?!”
“…”
“JAWAB…!!! Gak usah mbisu…!!!”
“Gak gitu yang, jangan marah.”
“Jangan marahh???!!! Aku update status aja kamu marah-marah ngatain aku dikira caper sama mantan, terus sekarang nyata-nyata malah kamu telponan sama mantan. Kamu suruh aku jangan maraaahh?!! Sehat gak sih kamu?! He?!”
Kalimat bernada tinggiku terus kulontarkan sampai rasanya aku sudah lelah untuk marah. Barulah rasa sedihku keluar. Air mata yang tadinya mengiri amarahku tetiba berubah menjadi air mata sedih. Nadaku menurun, dan bahkan mulai sulit untuk berbicara karena sesenggukkan.
“Maaf yang, aku gak maksud, maaf, aku bodoh yang, gak seharusnya aku gitu.”
“Gak perlu minta maaf kalau masih mau diulangi lagi, dari pada maafnya percuma.”
“Lhoh, kok gitu.”
“Lagian, siapa aku? Cantik dia, iya. Putih dia, iya. Langsing dia iya. Rambutnya panjang lurus hitam. Dia lebih hits, lebih popular. Iya kan?”
“Yang…”
“Emang aku gak ada apa-apanya kok dibanding dia. Physically dia lebih bisa jadi idaman dari pada aku. Aku, hitam, gendut, kriting, jerawatan, punya stretchmark. Apa yang bisa dibanggakan dari aku? Gak ada. ”
“…”
“Kamu nyesel dapet aku? Iya? Karena aku gak lebih cantik dari mantanmu itu? Iya kan?”
“Gak gitu yang.”
Percakapan terus berlanjut dengan aku yang semakin mengharu mengeluarkan air mata dan membanding-bandingkan aku yang memang secara fisik tak lebih baik dari dia. Pangeran tak bisa banyak berbicara sampai aku benar-benar menangis dan tak lagi mengeluarkan kata-kata apapun.
Entah apa yang terjadi setelah itu, memori itu begitu aneh dan sakit untuk mengingatnya. Aku bahkan tak bisa mengingat apa usahanya untuk membuatku memaafkannya. Yang aku pikirkan saat itu adalah aku pun pernah jahat, aku bahkan masih belum benar-benar melepas dua orang lelaki saat aku sudah mengiyakan Pangeran. Tapi jika aku pikir-pikir lagi sekarang, memang saat itulah kondisiku, jika Pangeran memang memilihku memang sudah risikonya menungguku benar-benar lepas dari semua orang yang pernah ada hubungan denganku. Berbeda dengan Pangeran yang memang sudah memutuskan untuk memilihku, harusnya dia sudah memastikan tak akan ada hubungan lain di antara kami. Ditambah, bukankah harusnya gadis itu tahu bahwa Pangeran sudah ada yang baru, untuk apa dia mengiyakan untuk berkomunikasi lebih dengan Pangeran?? Apa tujuannya?? Tapi aku tak sempat berpikir lebih jahat dan lebih jauh lagi saat itu, yang ada aku hanya memaafkannya. Dan semua kembali baik-baik saja.
~ Hei para lelaki, kau lah yang memilih perempuanmu. Maka kau harus siap dengan segala risikonya. Tapi jangan pernah berharap lebih bahwa kami akan menerima segala perbuatanmu. Berbahagialah jika kami dapat memahamimu. ~
~~~
Kali ini ganti aku yang berkomunikasi dengan mantan namun kali ini aku melakukannya bukan karena tanpa alasan, terlebih karena kangen. Tidak. Aku melakukannya memang karena terpaksa sekali.
Saat itu aku dan kawan-kawan sekelas sedang mengadakan acara Syawalan di kediaman salah seorang teman. Temanku satu kelas saat kuliah “Heri” adalah kekasih temanku satu kelas saat SMA “Indah”. Tiba-tiba Heri datang padaku,
“Put, bilangin Indah dong, HP ku rusak, jadi beberapa hari gak bisa ngabarin.”
“Duh paketanku abis.”
“Ya di sms aja.”
“Gak punya nomornya, aku cuma punya kontak BBM sama Line nya.”
“Ya tanyain ke temenmu yang lain. Aku belum hafal.”
“Iya wes iya.”
Aku memang sudah beberapa kali berganti ponsel, dan di ponselku yang terakhir aku tidak lagi memiliki nomor telepon teman-teman sekelas saat SMA, kami hanya sering berkomunikasi via BBM dan Line. Tak enak jika aku tak bisa membantunya, pasti Indah sedang kebingungan ke mana si Heri yang tak bisa dihubungi. Satu-satunya yang bisa kujangkau saat itu hanya Raka, untuk menyalurkan informasi itu ke Indah. Baiklah, kali ini aku akan menghubunginya dengan niat berbuat baik, bukan untuk macem-macem.
“Raka, ini Putri. Minta tolong bilangin ke Indah, HP si Heri rusak, jadi gak bisa menghubungi, kalo gak besok ya lusa baru jadi. Makasih.”
“Iya Put.”
“Makasih.”
“Sama-sama.”
Oke, tugas sudah selesai dan aku rasa semua aman terkendali.Tapi ternyata tidak, malam itu juga Raka mengirim pesan lagi.
“Put, nomormu ganti ya ternyata. Pantes, aku sempat telepon nomor lamamu tapi gak aktif. Aku save ya nomormu.”
Apa-apaan ini. Jadi dia pernah berusaha meneleponku? Bahkan setelah dia sudah punya yang baru? Ada apa ini? Apa memang lelaki itu seperti ini?
“Hahaa, iya. Terserah.”
Bodohnya aku, kenapa masih saja aku balas. Hahaa, ya yang penting aku tidak macem-macem lah pikirku.
“Put, kadang aku masih kangen sama kamu. Jujur, susah buat 100% move on dari kamu. Kadang aku masih inget kita sering makan di mana, jalan-jalan ke mana, tempat-tempat yang sering kita kunjungi bersama.”
Whaaaaat???!!!
Tak disangka tak dinyana. Aku justru berpikir, jangan-jangan kalimat itu juga keluar dari mulut Pangeran ke mantannya waktu itu. Apa memang lelaki itu seperti ini? Lagi-lagi pertanyaan itu muncul dibenakku.
“Heh sadar, aku udah punya yang baru, dan kamu juga. Jangan gitu.”
Gatel rasanya untuk membalas, meski jika saat itu tidak kubalas pun juga tak masalah rasanya. Tapi biarlah, dan percakpan pun kuakhiri dengan tidak membalas lagi pesannya. Dan percakapan itu bukanlah percakapan yang patut untuk disimpan. Seketika langsung kuhapus, aku tak ingin Pangeran tahu dan marah membacanya. Dan sampai detik ini dia tak tahu kalimat itu pernah keluar dari Raka. Bisa marah besar jika dia tahu, karena sekarang dia begitu sensitive dengan mantan, terlebih setelah aku begitu marah dengan perilakunya. Aku ingin kami tetap tenang, karena memang aku tak melakukan sesuatu yang tak baik menurutku. Dan aku rasa dia tak akan pernah tahu, kecuali Pangeran asli membaca cerita ini dan menyadari bahwa tulisan ini kutulis berdasar inspirasi dari kisah nyata kami, sepertinya pun itu tak akan pernah terjadi. Hahaa
~~~
Kawan, memang suka bercanda, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Mereka suka saling mengejek terlebih jika sudah menyangkut urusan percintaan. Memang tujuannya hanyalah bercanda, aku tahu itu, sehingga menurutku itu tidak masalah, toh tidak akan membuatku kembali menyukai mantan jika memang yang sedang mereka bahas adalah kami. Tapi tidak bagi Pangeran. Dia memang begitu suka membaca percakapanku dengan kawan-kawanku di grup media sosial. Tak sengaja terbaca candaan anggota grup tentang aku dan Raka. Langsung saja dia marah besar dan mengeluarkanku dari grup. Sekarang aku tahu bahwa aku tak seharusnya membalas candaan tentang hal itu secara bercanda. Meskipun tak akan pernah mempengaruhi perasaanku, tapi bagi Pangeran itu bisa fatal. Baiklah, aku hanya bisa minta maaf dan menjadikannya pelajaran untuk tidak diulangi.
Tak berapa lama, salah seorang kawan memasukkanku lagi ke grup karena teman-teman ingin mengucapkan ulang tahun padaku. Selang sehari setelah ulang tahunku, Pangeran tahu aku masuk lagi ke dalam grup itu. Meski kujawab dengan alasan sesungguhnya tetap saja ia tak mau tahu. Keluarlah aku lagi dari grup itu. Tak apa lah, yang penting aku masih ada kontak kawan-kawanku, dan aku yakin mereka mengerti.
Hal itu tidak hanya terjadi dengan grup kawan sekelas saat SMA, di grup sekelas kawan kuliah pun juga terjadi. Pangeran yang tahu langsung mengeluarkanku dari grup itu. Aku hanya membiarkannya saja, sampai akhirnya ada yang memasukkanku lagi ke dalam grup, dan Pangeran hanya membiarkannya saja, sampai ada candaan yang menurutnya tak lucu lagi itu, maka aku akan keluar dari grup itu selamanya.
Hmmmm, semakin lama aku rasa Pangeran menjadi terlalu berlebihan. Terlebih lagi ketika ada akun Rendra, mantanku sebelum Raka, yang tiba-tiba follow akun IG ku. Awalnya aku tak tahu itu siapa, karena benar-benar sudah lama kami tidak bertemu dan tidak berkomunikasi, setelah kubaca nama aslinya ternyata itu Rendra. Aku memang kebiasaan membiarkan siapapun mem-follow­ akun media sosialku, jadi aku melakukan hal yang sama tanpa berpikir panjang tentang Pangeran. Kupikir, Pangeran tak kan marah karena Rendra tak pernah menyenggol hubungan kami berdua meskipun dia mantanku.
Tapi ternyata Pangeran menyadari bahwa ada Rendra di situ. Memang aku pernah bercerita tentang Rendra juga, karena mantanku hanya dua jadi ya aku ceritakan saja. Pangeran pun langsung meng-unfollow Rendra dari akunku tanpa sepengetahuanku. Karena memang aku tidak tahu, beberapa waktu kemudian ada akun Rendra dengan nama yang berbeda follow akunku lagi, tanpa pikir panjang aku follow balik. Aku pikir karena dia berganti akun. Namun Pangeran langsung menyadarinya, karena akunku juga log in di ponsel Pangeran.
Langsung tiba-tiba Pangeran menyerangku dengan pesan-pesan penuh kata-kata kasar menunjukkan kemarahannya. Padahal aku pun saat itu masih belum begitu paham apa masalahnya.
“Lhoh, aku lho gak tau kalo udah kamu unfollow. Aku pikir beda akun.”
“Halah, gak usah alasan!!!.”
“Tapi kan aku juga gak ngapai-ngapain. Gak macem-macem.”
“Terserah, MANTAN ITU ***.”

Ooouwh. Ya sudahlah. Aku mengalah saja, meminta maaf dan berusaha menenangkannya agar pertengkaran tak berguna itu segera berakhir. Mungkin memang Pangeran sangat tidak suka, jadi ya sudah aku akan menurutinya. Toh tidak berhubungan atau berkomunikasi dengan mereka pun tak membuatku rugi. 

#ToBeContinued
#Gambar di ats bukan milik penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar