Malam itu, malam di
saat kami memutuskan untuk menyudahi seluruh perjuangan dan pengorbanan hampir
selama tujuh tahun ini, aku tak tahu lagi harus merasa bagaimana. Siapa yang
tak tahu bagaimana rasa sakitnya melepaskan seseorang yang sudah sempat kalian
pakukan di hati. Ada apa dengan aku ini?
Aku telah melakukan
kesalahan beberapa kali di belakangnya, tapi ternyata kami terpisah bukan
karena perilakuku itu, tapi justru karenanya. Sampai saat ini bahkan dia tak
tahu apa yang telah aku lakukan selama ini, baguslah, jadi bukan aku yang salah
dalam perpisahan ini. Mungkin aku juga salah, aku tidak bisa mengalah dan
mengimbanginya, aku tidak pernah menurut apa katanya. Tapi aku pun tak pernah
mengatur-ngaturnya hingga aku pun tak ingin diatur. Mungkin dia melakukannya
karena menyayangiku, tapi kalian tahu sendiri bagaimana kisahku, bagaimana
kesalnya menjadi aku. Hingga aku harus mencari sosok lain yang bisa menjadi
pundakku.
Malam itu, seketika aku
berlinang air mata dan terpaku menatap layar ponsel. Seolah tak percaya, tapi
sebenarnya aku sudah menduganya. Dengan aku yang sudah bermain di belakangnya,
dan bahkan sudah tidak nyaman bersamanya, aku sudah sangat sadar bahwa entah
cepat atau lambat kami akan berpisah. Karena tidak akan mungkin kami bisa bersama
jika aku masih seperti ini, dan dia bersikukuh seperti itu. Aku tahu ini akan
berakhir, tapi aku tak menyangka semua terjadi secepat itu.
Linangan air mataku tak
lagi bisa kubendung, lembaran demi lembaran tisu harus kuusapkan ke pipi,
kuremas, dan kulempar mengotori lantai kamarku. Tergeletak menangis dan meronta
di atas tempat tidur, seolah aku sedang menangisi apa yang telah kukorbankan
tak lagi ternilai dan hilang begitu saja. Hahaa, jika saat ini aku mengingat
momen itu, aku ingin tertawa, karena tak sepantasnya aku menangisi dia yang
seperti itu kupikir, masih banyak yang bisa membuatku bahagia selain dia. Siapa
bilang aku tak bisa hidup tanpanya? Tapi semua itu memang baru kusadari
sekarang, dulu? Gadis cengeng ini tak bisa menahan emosinya untuk menangis.
Menangis, berteriak,
bahkan sampai menyakiti diri sendiri. Untung saja aku tak segila itu sampai
harus mengakhiri hidup, untung saja logikaku masih bisa bermain dengan benar
bahwa hidupku tidak sehina itu untuk harus diakhiri hanya karena cinta. Tapi
tetap saja aku menyimpan rasa sakit yang mendalam.