Halaman

Rabu, 26 April 2017

CInta Monyet Raka dan Syifa (Bab IV - Raka, Berhentilah Cemburu Pada Semua Orang!)


Semua orang pasti berkata,
“Wajar dong kalau pasangan cemburu, namanya juga sayang.”
“Cemburu itu tandanya cinta.”
“Kalau gak pernah cemburu berarti tak ada rasa, tak ada cinta, justru bahaya.”
Yes guys, kalian semua benar. Tapi apa iya cemburu harus kepada setiap orang yang ada di sekitar pasanganmu? Okay, jadi akan kuceritakan sekilas tentang mereka yang pernah menjadi objek rasa cemburu Raka dahulu.
“Putra”
Kami saling mengenal sejak di bangku Sekolah Dasar. Tidak, kami tidak duduk di bangku sekolah yang sama. Tapi kami hanya bertemu di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar yang sama sejak kelas 4 SD kalau aku tak salah mengingatnya. Meski tidak setiap hari bertemu tapi kami cukup akrab, sampai akhirnya kami masuk ke Sekolah Menengah Pertama yang sama dan duduk di kelas yang sama, kebetulan bukan. Iya, kami dekat, akrab, banyak memiliki kesukaan yang sama yang selalu bisa kami bicarakan, tapi tidak pernah terbesit untuk ada rasa dengannya. Kalian tahu kan di mana teman ya memang teman, tidak lebih meski sangat dekat.

Rabu, 19 April 2017

Cinta Monyet Raka dan Syifa (Bab III - We Were So Happy)

Aduuh, bagian ini merupakan bagian tersulit dan yang paling tidak aku sukai. Bagaimana tidak, semua ingatan dan kenangan tentang betapa bahagianya kami dulu seperti sudah luntur. Bukannya alay, berlebihan, atau mengada-ada. Nanti akan kuceritakan di akhir bab ini bagaimana itu bisa terjadi padaku. Yang jelas saat ini akan kuceritakan apa yang sekiranya masih aku ingat. Oiya, untuk Pangeran (Cintaku sekarang), maafkan aku ya, bukannya aku masih ingin mengingat-ingat tentang masa lalu yang paling tidak kau sukai dariku ini, hanya saja aku ingin menceritakan pada orang lain agar hal bodoh yang tidak menyenangkan yang pernah terjadi padaku tidak menimpa yang lainnya. Heheee, I love you Pangeran.
Okay, mungkin bagian ini tidak akan panjang, tapi akan aku coba untuk memulainya, karena percayalah bahwa sepahit apapun sesuatu hal pasti ada hal manis di dalamnya, meski sekarang manis itu sudah tertutup oleh pahit yang begitu besar. Hahaa
Dimulai dari betapa Raka bisa membuatku tertawa di masa-masa awal kita bertemu. Sebert yang sudah ku bilang, aku tidak begitu ingat bagaimana cara dia melucu atau membual dan berhasil membuatku tertawa. Yang jelas saat itu aku suka. Aku mau membuka diri juga karena dia bisa berhasil membuatku tertawa meski tadinya kita tidak benar-benar saling mengenal.
Selain itu, dengannya selalu saja mulut kami tidak bisa berhenti berbicara. Kalian pasti tahu kan bagaimana rasanya jika kalian sedang bersama seseorang dan salah satu dari kalian berhenti merespon, dan pembicaraan terhenti, kemudian kalian seolah sibuk sendiri, dan masing-masing berusaha mencari tema atau topic baru untuk diobrolkan. Awkward, iya, sangat aneh ketika harus melalui tahap itu. Tapi hal itu tidak pernah aku lalaui dengan Raka. Kami selalu menemukan sesuatu hal untuk dibicarakan, apapun itu, tidak akan berhenti sampai kami benar-benar ingin menghentikan pembicaraan.

Cinta Monyet Raka dan Syifa (Bab II - Ku Panggil Apa Cinta Monyetku?)


Hey kalian, kalian anak-anak kelahiran tahun 90’an, jaman masih sekolah dulu kalian panggil apa pasangan (cinta monyet) kalian?
“Sayang…”
“Cintaa…”
“Hunny…”
“Hubby…”
Atau
“Ayah – Bunda”, dan
“Papa – Mama”
Panggilan apa yang pernah kalian gunakan? Kalau aku dulu dengan Raka sering sekali berganti-ganti panggilan, karena kami mudah sekali bosan, dan dengan berbagai pertimbangan yang tidak penting maka kami sering mengganti panggilan.
Aku tak ingat betul apa saja panggilan yang kami gunakan dulu. Yang jelas yang paling ku ingan adalah 4 (empat) panggilan. Yang pertama adalah,
“Cintaa.”
Hahaaa, lucu bukan, sepasang remaja yang bahkan belum memiliki KTP saat itu sudah berani-beraninya memanggil satu sama lain dengan sebutan CINTA. Padahal tahu apa itu cinta saja belum tentu. Tapi kami begitu menikmati panggilan itu, tapi jika dirasa-rasakan panggilan itu begitu aneh terdengar jika harus memenggal suku katanya. Coba saja, jika kupenggal dengan “Cint” maka kesannya seperti kami sedang berdialog layaknya para pria yang kewanitaan, iya kan (*peace) ? Kemudian jika yang dipakai adalah suku kata terakhir yaitu “Ta”, maka juga terdengar aneh, seperti sebua film tanpa klimaks, begitu datar dan aneh. Sampai pada akhirnya kami mengganti panggilan entah karena apa.
“Papa – Mama”

Jumat, 14 April 2017

Cinta Monyet Raka Dan Syifa (BAB I - How I Met Him)

BAB I
HOW I MET HIM


“But sometimes it can get so hard Pretending It’s Okay.”  - Little Mix
Ketika mendengar lagu ini, langsung terbesit dalam ingatanku tentang seseorang yang pernah menjalin hubungan denganku. Berpura-pura memang menjadi salah satu hal yang wajib kulakukan untuk tetap menjaga hubunganku saat itu. Aku, yang pemarah tapi tak bisa untuk marah. Aku yang ketika tak menyukai sesuatu yang dilakukannya hanya akan diam dan menangis. Setelah itu, yang harus aku lakukan adalah berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, jika tidak bisa berbeda lagi ceritanya. Namun jangan dulu ingin membaca tentang hal ini, karena aku benar-benar akan menceritakannya dari awal. Jadi, simpan dulu rasa penasaran kalian, karena paragraph awal ini justru akan kujelaskan nanti di akhir.
Oh iya, kenalkan namaku Syifa. Sepenggal cerita di atas adalah aku ketika menjalin hubungan dengan seseorang, sebut saja dia Raka. Seorang remaja satu sekolah denganku yang kemudian menyatakan cintanya padaku. Saat itu kami masih berada di Sekolah Menengah Pertama. Untuk hitungan remaja pun kami masih sangat awal, #cintamonyet orang bilang.
Saat itu aku dengan segerombolan teman sekolah di kelas VII pulang dari sekolah bersama berjalan kaki. Kami memang terbiasa pulang bersama bagi yang rumahnya tak terlalu jauh dari sekolah dan satu jalur. Satu per satu dari kami memisahkan diri pulang ke rumah masing-masing. Saat itu salah satu dari kami dijemput oleh Ayahnya di jalan, entah siapa dia, aku tak mengenalnya meski dia bersama gerombolanku saat itu. Dia pergi dan aku pun acuh karena aku tak mengenalnya.
Sampai pada suatu hari seseorang mengirim pesan singkat dan mengaku sebagai teman dari temanku satu kelas. Aku iyakan saja, aku anggap dia hanya salah seorang teman yang ingin berkenalan. Ternyata lebih dari itu, aku yang saat itu masih terlalu lugu menerima pesan bahwa dia menyukaiku dan ingin menjadi lebih dari seorang teman. Pikiran pertama yang muncul adalah,
Yuck, ill-feel. Apaan sih ni anak, kenal aja enggak.”