Halaman

Minggu, 22 Oktober 2017

Putri & Pangeran (Bab VIII: Usaha Itu Sebenarnya Begitu Nyata)

CHANGE
“Mbok tolong kamu tu ngerti keadaanku..!”
“Aku terus aku terus. Kamunya kapan?”
“Kalau aku punya keinginan ya pokoknya harus terpenuhi..!”
“Aku terus yang usaha buat memahami, tapi kamunya sendiri gak pernah ada usaha buat berubah. Apa-apaan ini…?!!”
Iya, kurang lebih penggalan kalimat itulah yang sering aku lontarkan. Mungkin semua orang akan melontarkan kalimat-kalimat seperti itu jika mereka telah merasa lelah dan MERASA bahwa tak ada usaha perubahan yang dilakukan pasangannya. Begitu juga denganku yang pernah berada pada fase lelah menjadi orang yang terus berusaha.
Namun semua mulai berubah ketika aku iseng mengisi waktu dengan membaca beberapa artikel dari internet. Aku tak terlalu mengingat apa judulnya, siapa pengarangnya, dan bagaimana kalimatnya. Yang aku ingat dari intisari artikel itu adalah bahwa,

“Seseorang bisa saja terlihat tak berusaha untuk berubah sama sekali di matamu.
Namun sejatinya ia telah berusaha mati-matian untuk berubah.
Sudut pandang kalian lah yang berbeda.”
Dari situlah aku merasa tertampar dengan perilaku dan ucapanku selama ini. Ya, aku merasa begitu jahat tak menghargai usahanya selama ini.
Setiap orang pasti memiliki kriteria hidup masing-masing. Aku dengan kehidupan normalku ini tak bisa disamakan dengan Pangeran yang pernah mengalami berbagai hal dalam hidupnya. Aku menganggap untuk menjadi baik, berperilaku baik, mengontrol emosi, dan lain sebagainya yang aku tuntut dari Pangeran seharusnya lebih mudah dan cepat ia lakukan. Aku selalu menuntutnya untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Tujuanku selama ini ya demi kebaikan Pangeran semata, bukan untukku atau untuk membahagiakan siapapun, tapi demi kebaikannya. Iya, aku rasa tujuanku sudah tepat, tapi ternyata pressure yang kuberikan pada Pangeran justru salah kaprah.
Aku menginginkannya untuk berubah tapi aku tak pernah berpikir tentang kemampuannya berubah. Mungkin ini juga bisa menjadi pelajaran bagi siapapun, bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam hal apapun dibandingkan dengan orang lain. Jadi jangan pernah kita membanding-bandingkan siapapun dengan siapapun di dunia ini.
Kemudian aku mulai berpikir dan flashback bagaimana kondisi kami di awal-awal Pangeran mulai menampakkan taringnya hingga kini. Iya, ternyata setelah aku rasakan ternyata memang ada perubahan yang cukup besar jika aku melihat dari sudut pandang Pangeran, bukan semata-mata dari sudut pandangku saja.
Ekspektasiku, seseorang seharusnya rajin kuliah, dan tidak terlambat. Saat ini, masih hampir setiap kuliah Pangeran terlambat. Jika dilihat dari ekspektasiku maka belum terpenuhi, titik, hingga aku hanya bisa marah dan mengomel dia tak pernah berubah. Tapi jika aku melihat dari sudut pandang Pangeran, semua begitu berbeda.
Contoh saja,  dulu Pangeran begitu pemalas, ia lebih suka Titip Absen (TA) jika mata kuliah itu ada di jam pagi yang membuatnya tak ingin bangun. Kemudian, ia mulai berubah, jika tertera jadwal masuk 08.00, maka ia baru akan berangkat pukul 09.00. Berangsur-angsur memang berubah, jika jadwal 08.00 maka 08.30 dia siap berangkat. Sekarang ini, bahkan jika ada jadwal 07.30 maka jam 07.30 itulah dia berangkat. Memang tetap akan datang terlambat, tapi perubahan itu memang benar adanya, perubahan itu begitu nyata jika aku melihat dari sisi Pangeran.
“Mbak, Pangeran kamu apakan?”
“Hee? Maksudnya?”
“Dulu, kalau tidak ada yang bisa membangunkannya dari tidur, bahkan ibunya sendiri pun tak bisa. Dia bangun hanya jika dia mau. Tapi aku kaget, aku menginap di tempatnya, aku dengar ponselnya berdering. Dering pertama dia mengabaikannya, dering kedua dia mengangkatnya dan ia langsung berdiri dan pergi mandi. Itu sesuatu hal yang sangat aneh bagiku. Kami sejak kecil tumbuh besar bersama, tak pernah aku tahu dia bisa begitu.”
“Hehee. Alhamdulillah.”
Kalimat itu dilontarkan sahabat kecil Pangeran padaku saat kami bertemu. Dari situ aku semakin yakin bahwa memang Pangeran telah berusaha begitu keras. Usahanya untuk berubah begitu nyata. Tak lagi aku merasa sangat gagal untuk membantunya berubah menjadi lebih baik. Ternyata aku bisa, ternyata dia bisa, ternyata kami bisa, kami hanya perlu waktu untuk mencapai semuanya.
Ada banyak ekspektasiku yang aku tuntut pada Pangeran, meski belum ada yang benar-benar tercapai sesuai harapanku, setidaknya Pangeran mau. Iya, bersamaku Pangeran mau, dia memiliki keinginan dan motivasi dari dalam dirinya untuk berubah. Dia mempercayakan hidupnya menjadi lebih baik bersamaku.
Aku hanya perlu sabar, memperpanjang masa sabarku sampai waktu yang tak bisa ditentukan. Kucoba untuk mulai mengapresiasi dan menghargai segala jerih payah yang telah ia lakukan selama ini, dan terus kudorong untuk terus berjalan menjadi lebih baik. Orang seperti Pangeran hanya butuh untuk dihargai usahanya, diberi semangat dan dukungan, serta tak lupa kasih sayang untuknya yang tak boleh terputus.  
Sekarang aku tahu, yang instan memang tak baik untuk kesehatan. Bisa saja suatu waktu seseorang berubah, namun karena kaget dan tak terbiasa bisa saja perubahan itu hanya sementara dan bahkan bisa menjadi berbalik lagi dan menjadi lebih parah. Semua butuh waktu, entah itu cepat atau lambat, yang jelas akan ada masanya. Dan cinta begitu indah memang, dengan cinta yang putih bisa menjadi hitam, namun jangan lupa bahwa dengan cinta pula yang hitam bisa menjadi putih.
Dan aku telah belajar bahwa all that matter is not the result – but the process. Iya, tak ada yang benar-benar instan di dunia ini, bahkan mie instan pun harus dimasak agar bisa dinikmati. Jadi, yang terpenting adalah selalu ada progres perubahan meski itu sedikit demi sedikit dan pelan-pelan. Aku percaya Tuhan tidak akan pernah menyianyiakan hamba-Nya yang terus berusaha.

Putri mungkin memang diciptakan untuk Sang Pangeran, bagaimanapun keadaan kerajaan itu. Terus bersama dan mendampingi, hingga mereka menjadi Raja dan Ratu nanti.
Pangeran, I Love You……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar