Pagi
dengan kehidupan hati yang baru, aku harap hari-hariku akan lebih ceria ke
depannya. Hari ini hari ulang tahun Mamat, iya, tepat satu hari setelah tanggal
jadianku dengan Pangeran. Ditambah aku belum mengatakan bahwa aku sudah tidak
sendiri lagi pada Mamat. Aku rasa aku sangat jahat, tapi jika aku terus menerus
menjadi orang baik yang justru akan merugikan diriku sendiri, untuk apa aku
jadi baik. Pagi ini aku ucapkan selamat pada Mamat, dan dia berniat mengajakku
untuk makan siang bersama, biasaaaa, traktiran. Aku dilemma, kucoba meminta
izin pada Pangeran.
“Hei,
aku pergi makan siang dengan Mamat boleh? Dia ulang tahun, traktiran.”
“Oooh,
iya gakpapa, pergi aja.”
Hmmm,
Pangeran mengijinkan, dengan sedikit bingung aku pun mengiyakan ajakan Mamat.
Dia datang menjemputku dan bersama kami menuju tempat makan pilihannya.
Sesampainya di sana, semua berjalan seperti biasa. Meski sedang bersama Mamat,
aku terus memegang ponsel, just for
checking kali aja Pangeran mengirim pesan. Tapi Mamat tidak pernah curiga
sebelumnya, sampai pada saat aku sedang berkirim pesan dengan Pangeran aku
tersenyum lebar,
“Lagi
di mana?”
“Lagi
beli aki motor, minta baru kayaknya.”
“Ih,
kemarin laptop baru, sekarang aki baru.”
“Iya,
pacar juga baru.”
Tanpa
disengaja aku tersenyum begitu lebar, diikuti senyuman-senyuman yang lain
karena banyolan-banyolan Pangeran. Mamat langsung mulai curiga.
“Chattingan
sama siapa sih? Bahagia banget.”
“Nggak,
temen, lucu aja yang dibahas.”
Aku
belum siap mengatakan bahwa aku sudah resmi berpacaran dengan seseorang, jadi
segera saja pesan-pesan dari Pangeran aku hapus. Meski Mamat jarang memeriksa
ponselku, namun kali ini perasaanku tidak enak. Kami meneruskan mengobrol dan
akhirnya kami pulang, dia mengantarku sampai kost. Benar saja, dia tidak
langsung pergi seperti biasanya, tiba-tiba dia meminta ponselku. Aku menolak
memberikannya, namun dia merebutnya. Dan, ada pesan masuk dari Pangeran.
“Udah
pulang sayang?”
Mamat
terlihat begitu murka. Wajahnya langsung berubah masam, sangat masam. Seakan
ingin meluapkan emosi namun tetap dipendamnya. Dia hanya bertanya,
“Ini
siapa?”
“Temen.”
“Kok
panggil-panggil sayang.”