Halaman

Rabu, 26 April 2017

CInta Monyet Raka dan Syifa (Bab IV - Raka, Berhentilah Cemburu Pada Semua Orang!)


Semua orang pasti berkata,
“Wajar dong kalau pasangan cemburu, namanya juga sayang.”
“Cemburu itu tandanya cinta.”
“Kalau gak pernah cemburu berarti tak ada rasa, tak ada cinta, justru bahaya.”
Yes guys, kalian semua benar. Tapi apa iya cemburu harus kepada setiap orang yang ada di sekitar pasanganmu? Okay, jadi akan kuceritakan sekilas tentang mereka yang pernah menjadi objek rasa cemburu Raka dahulu.
“Putra”
Kami saling mengenal sejak di bangku Sekolah Dasar. Tidak, kami tidak duduk di bangku sekolah yang sama. Tapi kami hanya bertemu di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar yang sama sejak kelas 4 SD kalau aku tak salah mengingatnya. Meski tidak setiap hari bertemu tapi kami cukup akrab, sampai akhirnya kami masuk ke Sekolah Menengah Pertama yang sama dan duduk di kelas yang sama, kebetulan bukan. Iya, kami dekat, akrab, banyak memiliki kesukaan yang sama yang selalu bisa kami bicarakan, tapi tidak pernah terbesit untuk ada rasa dengannya. Kalian tahu kan di mana teman ya memang teman, tidak lebih meski sangat dekat.

Benar saja, Raka merasa cemburu menurutku, iya menurutku, karena pria tak akan pernah berani melepaskan rasa gengsi untuk mengungkapkan bahwa mereka cemburu, tapi mereka akan menunjukkan dengan sikap-sikapnya yang menyebalkan. Seringkali dia mengolok-olok Putra dihadapanku dengan sebutan yang tidak baik, sangat tidak baik. Putra adalah sosok pria sedikit berisi, berkulit putih, dan disoroti karena kepintarannya sehingga dia tidak banyak bergaul dengan para murid pria lain yang saat istirahat makan di kantin luar sekolah dan tidak lupa dengan asap rokok mereka yang rasanya belum pantas untuk ukuran anak SMP di jamanku mengobrolkan tentang para gadis, motor, games, dan lainnya. Putra tidak menyukai hal-hal semacam itu sehingga saat istirahat ia akan lebih memilih membeli makanan di kantin sekolah dan bercengkerama denganku dan kawan-kawan. Tapi perilaku seperti itu bukankan tidak layak jika dicap dengan kata “Banci”? Saat Raka berkata seperti itu dihadapanku tentang Putra, aku benar-benar marah, tapi hanya kupendam, karena jika aku marah maka dia hanya akan mengira aku ada apa-apa dengan Putra. Tapi perkataan itu sungguh sangat tidak pantas ia ucapkan kan? Maafkan Raka ya Putra, meski kamu tidak tahu dia pernah berucap seperti itu, tapi aku tetap ingin memohon maaf untuknya, karena dia hanya mengucapkannya karena dia tidak suka kedekatan kita.
“Pandu”
Pandu bukanlah murid sekolahku, bukan juga tetanggaku, tapi kami dipertemukan di sebuah project sekolah. Dia adalah seorang pendamping muda jurusan multimedia di salah satu sekolah di tempatku, dan saat itu sekolahku sedang membuat project profil sekolah, aku termasuk siswa yang ditunjuk untuk mengerjakan project tersebut bekerjasama dengan Pandu sebagai camera man, sekaligus editor. Kami pun bekerja sesuai kebutuhan, tapi Raka menilai aku bekerja secara tidak wajar. Memang, hampir setiap hari aku harus bolos satu atau dua mata pelajaran, saat jam pulang sekolah terkadang aku harus masih mengerjakannya, bahkan saat malam hari atau bahkan saat hari libur. Tidak hanya di sekolahku, project itu mengharuskan aku dan kawan-kawan menjadikan sekolah Pandu sebagai rumah kedua agar profil sekolah kami selesai.
Tentu saja kami menjadi sangat dekat, tapi tunggu dulu, kami semua menajdi dekat, bukan hanya aku dengan Pandu. Tapi dari luar Raka sama sekali tidak tahu apa yang harus kami kerjakan. Tidak tahu dan tidak mau tahu, berulang kali kucoba menjelaskan tapi matanya seolah sudah tertutup rasa cemburu. Yang ada dia terus mengejek dan kami harus bertengkar. Padahal, yang benar saja, mengapa harus ada pertengkaran atas sesuatu yang tidak ada wujudnya? Memang iya aku sering bersama Pandu, tapi kami bersama yang lain pula. Memang iya kami dekat, tapi kami juga dekat dengan yang lainnya. Memang iya kami sering berkomunikasi, SMS-an, dan lain-lain, tapi kami tidak ada rasa, khususnya aku, aku tidak ada rasa. Mengapa harus dipermasalahkan?
“Adit - Deni”
Yak, waktu bergulir dan kami sudah berada di bangku kuliah. Sudah kuceritakan kan bahwa kami berada di kampus dan kota yang berbeda, Long Distance Relationship harus dimulai. Baru awal kuliah saat itu, belum, belum mulai kuliah, aku harus melalui MOS terlebih dahulu. Berada di tempat baru dan tidak mengenal siapapun menjadi tantangan tersendiri. Mau tidak mau aku harus mencari teman, karena tidak mungkin aku bisa melalui semuanya sendirian, benar kan?
Tidak perlu bingung mencari teman, kami sudah dibagi menjadi kelompok-kelompok MaBa (Mahasiswa Baru) dan aku berada di satu kelompok dengan Adit dan Deni. Iya, dalam satu kelompok ada beberapa orang, sekitar sepuluh orang atau lebih, tapi mereka berdua lah yang pertama aku kenal. Kami pun melalui Sistem Operasional Prosedur sebagai teman baru, hahaaa. Iya, layaknya kawan baru kami bertukar cerita tentang latar belakang kami bertiga, dan kami saling bertukar kontak. Simple saja, karena kami berada di kelompok yang sama maka kami dihadapkan dengan project yang sama, dan harus meluangkan waktu bersama. Selain soal kampus, kami pun menjadi dekat dan sering menghabiskan waktu bersama, terlebih Adit adalah orang Jogja asli sehingga dia menunjukkan tempat-tempat baru, tempat makan terutama. Ke manapun kami selalu bertiga. Dan kalian pasti bisa langsung menebak, Raka tidak menyukainya, sangat tidak menyukainya.
Jika ditanya aku sedang apa, di mana, dan tentu bersama siapa, aku akan selalu menjawab jujur. Berulang kali dia bertanya dan berulang kali aku sedang bersama Adit dan Deni, atau sedang bersama salah satu dari mereka. Aku sudah menebak bahwa dia cemburu, tapi aku dan mereka berdua benar-benar tidak ada apa-apa. Adit dan aku berbeda keyakinan, sedangkan Deni, hmmmm, pokoknya tidak mungkin ada apa-apa diantara kami. Buktinya sampai sekarang pun, sampai aku dan Raka berpisah pun tetap tidak ada sesuatu diantara kami bertiga. Heran aku dengan pria, eh, dengan pria seperti Raka maksudku, sudah tahu sedang LDR, tapi justru suka sekali mencari permasalahan. Mengapa tidak percaya saja denganku?
“Mamat”
Mamat adalah orang terkahir yang pernah dicemburui oleh Raka sebelum kami menyudahi hubungan. Iya, aku dan Mamat sangat dekat karena kami sering terlibat event bersama di organisasi kampus. Terlebih lagi kami satu kelas. Tapi aku tidak hanya dengan Mamat, kami saat itu lebih sering bertiga, aku - Mamat - Deni. Yupp, aku dan Deni masih terus dekat meski personil berganti dari Adit menjadi Mamat, karena Adit tidak begitu menyukai kegiatan kampus yang berbau organisasi. Kami sering sekali bertiga, tapi sebenarnya tidak hanya bertiga lho, kami selalu ramai-ramai. Tapi di manapun ada aku pasti ada mereka, begitu pula sebaliknya.
Yak, bukannya bertambah dewasa dan pengertian tapi Raka tetap saja emosian, tidak lagi dengan Deni, sia cemburu dengan Mamat personil baru kami. Dan benar saja, aku sudah mulai lelah dengan segala drama rasa cemburunya yang tidak pernah berhenti, sampai akhirnya aku salah langkah. Nanti akan kuceritakan tentang Mamat, salah satu kesalahanku yang tidak terungkap oleh Raka sampai saat ini.
“Pangeran”
Mungkin akan ada yang heran.
“Lhoh, Pangeran kan kekasih barumu Syifa, kalian kan bertemu sesudah kamu dan Raka berpisah, mengapa Raka cemburu pada Pangeran?” Tentu saja, mantan mana yang tidak akan cemburu jika yang ditinggalkan telah menemukan tambatan hati yang baru, benar kan? Iya, logikanya memang seperti itu. Sehingga bukan lagi hal yang aneh jika Raka pun cemburu terhadap Pangeran. Dan rasa cemburunya yang terlalu besar dan berapi-api justru benar-benar memperlebar jurang perpisahan kita. Jarak antara aku dan Raka kini benar-benar sangat jauh, terlalu jauh bagi kami untuk dapat kembali lagi. Hahaa. Ini bukan salahku Raka, mungkin kita tidak berjodoh, memang kita tidak tahu apakah kita berjodoh atau tidak, tapi aku tidak bisa membayangkan dan tidak mau membayangkan jika kita kembali bersama. Aku rasa aku tidak bisa melaluinya. 

#ToBeContinued
* Gambar di atas bukan milik penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar