kljenko.info |
~
Kalau kangen mantan, boleh aja kan? ~
What The…
Pertanyaan
macam apa itu, banyak yang mengucapkannya di media sosial. Aku rasa mantan
bukanlah seseorang yang perlu dikangeni, jika masih kangen berarti masih
sayang, itu mutlak. Jika sudah tak ada rasa, bahkan mengingat kenangannya saja
sudah hambar dan tak ingin, apalagi kangen dengan pribadinya. Aku yang notabene
menyudahi hubungan dengan mantan yang penuh drama membuatku lama-kelamaan
membuatku membenci segala kenangan tentangnya, apalagi individunya. Mungkin
kata orang tidak baik untuk membenci seseorang meskipun itu mantan sekalipun.
Namun aku hanya benci bagaimana bisa aku membuang-buang waktu dan energiku yang
berharga hanya untuk disakitinya, padahal aku bisa saja menjali kebahagiaan
dengan yang lain. Aku benci kenapa aku begitu bodoh saat itu. Baru aku bisa
sadar betapa bodohnya aku saat itu ketika aku merasakan bahagiaku saat ini,
ternyata bahagia begitu menyenangkan.
Aku
menjadi sedikit sensitive jika ada
yang menyinggung soal mantan, namun aku berusaha bersikap seperti biasa saja. Tapi,
amarah membelengguku ketika aku tahu justru Pangeran maih berhubungan dengan
mantannya. Bahkan ketika aku menulis bagian ini, rasanya mendung sedang berada
di atas kepalaku, mendung hitam dengan petir yang menyambar-nyambar. Dan
perutku terasa mules saat hatiku terasa tak enak.
Siang
itu tak sengaja aku membuka panggilan keluar di ponsel Pangeran. Entah, aku
selalu tak sengaja melakukan sesuatu meskipun itu bukan kebiasaanku, mungkin
memang firasatku sebagi perempuan begitu kuat. Panggilan ke luar, nomor tak
bernama, kurang lebih setengah jam. Aku curiga, aku pun tak pernah diteleponnya
dengan percakapan selama itu, siapa ini? Kubuka pesan terkirim dan pesan
masuknya. Kucocokkan setiap digit nomornya. Dan kutemukan sedikit percakapan
tentang janjian untuk saling berbicara lewat sinyal.
Ooh.
Jadi
Itu
Si
Sara
Terakhir
Dengan
Hubungan
Terlama
Ya
Heuuuuh,
menuliskan ini begitu menguras hati. Ternyata saat itu Pangeran sempat
mengobrol dengan mantan cantiknya nan mungil selama kurang lebih setengah jam.
Aku merasa marah namun heran, apa yang mereka obrolkan saat itu. Saling
bertukar kabarkah? Saling mengingat kenangankah? Apaaa?!! Ditengah rasa
heranku, tak kuasa aku menitikan air mata. Di setiap tetes air mata itu
terselip pula tanya, setelah apa yang terjadi antara kami dan Raka, mengapa
Pangeran justru ingin membuat masalah baru, bukankah baru saja kita tenang?
Aku
terdiam dengan meanahan tetesan air mata tanpa suara sesenggukan berusaha agar
Pangeran tak menyadari kondisiku saat itu. Tapi memang aku tak bisa
menyembunyikannya, terlalu sakit menurutku. Dan tak berapa lama pun Pangeran
yang sedang asik bermain game menyadari perubahan sikapku.
“Yang,
kenapa?”
“Hmmm.”
“Heh,
kenapa?!”
“Gakpapa.”
“Halah-halah,
gak usah sok-sok an, kenapa?!”
Aku
ingin ia menyadarinya sendiri. Kusodorkan ponselnya dan kulontarkan pertanyaan
ringan padanya.
“Nih,
lupa dihapus history-nya?”
“Haa?
Maksudmu?”
Pangeran
melihat ponsel yang kusodorkan padanya, menyadari bahwa aku telah mengetahui
semuanya ia langsung memasang muka panik dan tak bisa berkutik. Tak sepatah
katapun yang ia ucapkan. Aku tahu dia pasti takut aku pasti akan marah dan ia
sendiri tak tahu harus membela diri bagaimana karena nyatanya memang ia yang
salah.
“Maksudmu
apa?”
“Gak
ada.”
“Maksudmu
apaa?!”
Kutinggikan
sedikit ndaku saat bertanya, tapi tak diikuti jawaban apa pun. Aku rasa aku
perlu melampiaskan sedikit emosi ini padanya. Jangan dipikirr aku yang terlihat
lemah ini tak bisa marah dan garang. Aku tak suka untuk marah, aku begitu
tenang, tapi jika kau berbuat salah, jangan harap aku akan tetap seperti itu.
Jangan pernah mencoba membangunkan macan tidur.
“Kamu
yang telepon ya. Kamu yang minta telepon dia?! Iya?!”
“…”
“Maksudmu
apa?! KANGEN?! IYA?!”
“Gak
yang, cuma tanya kabar tok.”
“Tanya
kabar sampe setengah jam, kabar yang mana?! He?!”
“…”
“Peduli
amat, masih sayang?!”
“…”
“JAWAB…!!!
Gak usah mbisu…!!!”
“Gak
gitu yang, jangan marah.”
“Jangan
marahh???!!! Aku update status aja
kamu marah-marah ngatain aku dikira caper sama mantan, terus sekarang
nyata-nyata malah kamu telponan sama mantan. Kamu suruh aku jangan maraaahh?!!
Sehat gak sih kamu?! He?!”
Kalimat
bernada tinggiku terus kulontarkan sampai rasanya aku sudah lelah untuk marah.
Barulah rasa sedihku keluar. Air mata yang tadinya mengiri amarahku tetiba
berubah menjadi air mata sedih. Nadaku menurun, dan bahkan mulai sulit untuk berbicara
karena sesenggukkan.
“Maaf
yang, aku gak maksud, maaf, aku bodoh yang, gak seharusnya aku gitu.”
“Gak
perlu minta maaf kalau masih mau diulangi lagi, dari pada maafnya percuma.”
“Lhoh,
kok gitu.”
“Lagian,
siapa aku? Cantik dia, iya. Putih dia, iya. Langsing dia iya. Rambutnya panjang
lurus hitam. Dia lebih hits, lebih popular. Iya kan?”
“Yang…”
“Emang
aku gak ada apa-apanya kok dibanding dia. Physically
dia lebih bisa jadi idaman dari pada aku. Aku, hitam, gendut, kriting,
jerawatan, punya stretchmark. Apa
yang bisa dibanggakan dari aku? Gak ada. ”
“…”
“Kamu
nyesel dapet aku? Iya? Karena aku gak lebih cantik dari mantanmu itu? Iya kan?”
“Gak
gitu yang.”
Percakapan
terus berlanjut dengan aku yang semakin mengharu mengeluarkan air mata dan
membanding-bandingkan aku yang memang secara fisik tak lebih baik dari dia. Pangeran
tak bisa banyak berbicara sampai aku benar-benar menangis dan tak lagi
mengeluarkan kata-kata apapun.
Entah
apa yang terjadi setelah itu, memori itu begitu aneh dan sakit untuk
mengingatnya. Aku bahkan tak bisa mengingat apa usahanya untuk membuatku
memaafkannya. Yang aku pikirkan saat itu adalah aku pun pernah jahat, aku
bahkan masih belum benar-benar melepas dua orang lelaki saat aku sudah
mengiyakan Pangeran. Tapi jika aku pikir-pikir lagi sekarang, memang saat
itulah kondisiku, jika Pangeran memang memilihku memang sudah risikonya
menungguku benar-benar lepas dari semua orang yang pernah ada hubungan
denganku. Berbeda dengan Pangeran yang memang sudah memutuskan untuk memilihku,
harusnya dia sudah memastikan tak akan ada hubungan lain di antara kami. Ditambah,
bukankah harusnya gadis itu tahu bahwa Pangeran sudah ada yang baru, untuk apa
dia mengiyakan untuk berkomunikasi lebih dengan Pangeran?? Apa tujuannya?? Tapi
aku tak sempat berpikir lebih jahat dan lebih jauh lagi saat itu, yang ada aku
hanya memaafkannya. Dan semua kembali baik-baik saja.
~
Hei para lelaki, kau lah yang memilih perempuanmu. Maka kau harus siap dengan
segala risikonya. Tapi jangan pernah berharap lebih bahwa kami akan menerima
segala perbuatanmu. Berbahagialah jika kami dapat memahamimu. ~
~~~
Kali
ini ganti aku yang berkomunikasi dengan mantan namun kali ini aku melakukannya
bukan karena tanpa alasan, terlebih karena kangen. Tidak. Aku melakukannya
memang karena terpaksa sekali.
Saat
itu aku dan kawan-kawan sekelas sedang mengadakan acara Syawalan di kediaman
salah seorang teman. Temanku satu kelas saat kuliah “Heri” adalah kekasih
temanku satu kelas saat SMA “Indah”. Tiba-tiba Heri datang padaku,
“Put,
bilangin Indah dong, HP ku rusak, jadi beberapa hari gak bisa ngabarin.”
“Duh
paketanku abis.”
“Ya
di sms aja.”
“Gak
punya nomornya, aku cuma punya kontak BBM sama Line nya.”
“Ya
tanyain ke temenmu yang lain. Aku belum hafal.”
“Iya
wes iya.”
Aku
memang sudah beberapa kali berganti ponsel, dan di ponselku yang terakhir aku
tidak lagi memiliki nomor telepon teman-teman sekelas saat SMA, kami hanya
sering berkomunikasi via BBM dan Line. Tak enak jika aku tak bisa membantunya,
pasti Indah sedang kebingungan ke mana si Heri yang tak bisa dihubungi. Satu-satunya
yang bisa kujangkau saat itu hanya Raka, untuk menyalurkan informasi itu ke
Indah. Baiklah, kali ini aku akan menghubunginya dengan niat berbuat baik,
bukan untuk macem-macem.
“Raka,
ini Putri. Minta tolong bilangin ke Indah, HP si Heri rusak, jadi gak bisa
menghubungi, kalo gak besok ya lusa baru jadi. Makasih.”
“Iya
Put.”
“Makasih.”
“Sama-sama.”
Oke,
tugas sudah selesai dan aku rasa semua aman terkendali.Tapi ternyata tidak,
malam itu juga Raka mengirim pesan lagi.
“Put,
nomormu ganti ya ternyata. Pantes, aku sempat telepon nomor lamamu tapi gak
aktif. Aku save ya nomormu.”
Apa-apaan
ini. Jadi dia pernah berusaha meneleponku? Bahkan setelah dia sudah punya yang
baru? Ada apa ini? Apa memang lelaki itu seperti ini?
“Hahaa,
iya. Terserah.”
Bodohnya
aku, kenapa masih saja aku balas. Hahaa, ya yang penting aku tidak macem-macem
lah pikirku.
“Put,
kadang aku masih kangen sama kamu. Jujur, susah buat 100% move on dari kamu. Kadang aku masih inget kita sering makan di
mana, jalan-jalan ke mana, tempat-tempat yang sering kita kunjungi bersama.”
Whaaaaat???!!!
Tak
disangka tak dinyana. Aku justru berpikir, jangan-jangan kalimat itu juga
keluar dari mulut Pangeran ke mantannya waktu itu. Apa memang lelaki itu
seperti ini? Lagi-lagi pertanyaan itu muncul dibenakku.
“Heh
sadar, aku udah punya yang baru, dan kamu juga. Jangan gitu.”
Gatel
rasanya untuk membalas, meski jika saat itu tidak kubalas pun juga tak masalah
rasanya. Tapi biarlah, dan percakpan pun kuakhiri dengan tidak membalas lagi
pesannya. Dan percakapan itu bukanlah percakapan yang patut untuk disimpan.
Seketika langsung kuhapus, aku tak ingin Pangeran tahu dan marah membacanya.
Dan sampai detik ini dia tak tahu kalimat itu pernah keluar dari Raka. Bisa
marah besar jika dia tahu, karena sekarang dia begitu sensitive dengan mantan,
terlebih setelah aku begitu marah dengan perilakunya. Aku ingin kami tetap
tenang, karena memang aku tak melakukan sesuatu yang tak baik menurutku. Dan
aku rasa dia tak akan pernah tahu, kecuali Pangeran asli membaca cerita ini dan
menyadari bahwa tulisan ini kutulis berdasar inspirasi dari kisah nyata kami,
sepertinya pun itu tak akan pernah terjadi. Hahaa
~~~
Kawan,
memang suka bercanda, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Mereka suka saling
mengejek terlebih jika sudah menyangkut urusan percintaan. Memang tujuannya
hanyalah bercanda, aku tahu itu, sehingga menurutku itu tidak masalah, toh
tidak akan membuatku kembali menyukai mantan jika memang yang sedang mereka
bahas adalah kami. Tapi tidak bagi Pangeran. Dia memang begitu suka membaca
percakapanku dengan kawan-kawanku di grup media sosial. Tak sengaja terbaca
candaan anggota grup tentang aku dan Raka. Langsung saja dia marah besar dan
mengeluarkanku dari grup. Sekarang aku tahu bahwa aku tak seharusnya membalas
candaan tentang hal itu secara bercanda. Meskipun tak akan pernah mempengaruhi perasaanku,
tapi bagi Pangeran itu bisa fatal. Baiklah, aku hanya bisa minta maaf dan
menjadikannya pelajaran untuk tidak diulangi.
Tak
berapa lama, salah seorang kawan memasukkanku lagi ke grup karena teman-teman
ingin mengucapkan ulang tahun padaku. Selang sehari setelah ulang tahunku,
Pangeran tahu aku masuk lagi ke dalam grup itu. Meski kujawab dengan alasan
sesungguhnya tetap saja ia tak mau tahu. Keluarlah aku lagi dari grup itu. Tak
apa lah, yang penting aku masih ada kontak kawan-kawanku, dan aku yakin mereka
mengerti.
Hal
itu tidak hanya terjadi dengan grup kawan sekelas saat SMA, di grup sekelas
kawan kuliah pun juga terjadi. Pangeran yang tahu langsung mengeluarkanku dari
grup itu. Aku hanya membiarkannya saja, sampai akhirnya ada yang memasukkanku
lagi ke dalam grup, dan Pangeran hanya membiarkannya saja, sampai ada candaan
yang menurutnya tak lucu lagi itu, maka aku akan keluar dari grup itu
selamanya.
Hmmmm,
semakin lama aku rasa Pangeran menjadi terlalu berlebihan. Terlebih lagi ketika
ada akun Rendra, mantanku sebelum Raka, yang tiba-tiba follow akun IG ku. Awalnya aku tak tahu itu siapa, karena
benar-benar sudah lama kami tidak bertemu dan tidak berkomunikasi, setelah
kubaca nama aslinya ternyata itu Rendra. Aku memang kebiasaan membiarkan
siapapun mem-follow akun media
sosialku, jadi aku melakukan hal yang sama tanpa berpikir panjang tentang
Pangeran. Kupikir, Pangeran tak kan marah karena Rendra tak pernah menyenggol
hubungan kami berdua meskipun dia mantanku.
Tapi
ternyata Pangeran menyadari bahwa ada Rendra di situ. Memang aku pernah
bercerita tentang Rendra juga, karena mantanku hanya dua jadi ya aku ceritakan
saja. Pangeran pun langsung meng-unfollow
Rendra dari akunku tanpa sepengetahuanku. Karena memang aku tidak tahu,
beberapa waktu kemudian ada akun Rendra dengan nama yang berbeda follow akunku lagi, tanpa pikir panjang
aku follow balik. Aku pikir karena
dia berganti akun. Namun Pangeran langsung menyadarinya, karena akunku juga log in di ponsel Pangeran.
Langsung
tiba-tiba Pangeran menyerangku dengan pesan-pesan penuh kata-kata kasar
menunjukkan kemarahannya. Padahal aku pun saat itu masih belum begitu paham apa
masalahnya.
“Lhoh,
aku lho gak tau kalo udah kamu unfollow. Aku pikir beda akun.”
“Halah,
gak usah alasan!!!.”
“Tapi
kan aku juga gak ngapai-ngapain. Gak macem-macem.”
“Terserah,
MANTAN ITU ***.”
Ooouwh.
Ya sudahlah. Aku mengalah saja, meminta maaf dan berusaha menenangkannya agar
pertengkaran tak berguna itu segera berakhir. Mungkin memang Pangeran sangat
tidak suka, jadi ya sudah aku akan menurutinya. Toh tidak berhubungan atau
berkomunikasi dengan mereka pun tak membuatku rugi.
#ToBeContinued
#Gambar di ats bukan milik penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar